Jakarta –

Perekonomian global menghadapi banyak tantangan. Hal ini tidak lepas dari terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) yang terus menimbulkan ketidakpastian finansial dan meningkatkan ketegangan perang dagang dengan Tiongkok.

Rully Arya Wisnubroto, Ekonom dan Kepala Riset PT Mirae Asset Sekuritas, mengatakan setidaknya ada tiga sektor yang akan mempengaruhi perekonomian global pada tahun 2025.

Pertama, Kebijakan moneter AS menurunkan suku bunga melalui Federal Reserve System (FFR). Keputusan ini bergantung pada inflasi AS dan prospek lapangan kerja.

Kedua, Rulli mengatakan fenomena Trump Economy 2.0 bisa berdampak pada pasar pada tahun ini. perlindungan di Amerika Serikat; syarat dan Ketentuan Dia mengatakan ada peluang pemotongan pajak bagi individu dan bisnis serta inflasi yang lebih tinggi di AS.

Ketiga, ketegangan perdagangan Tiongkok-Tiongkok, yang berada di urutan teratas dalam daftar tarif AS, akan mempengaruhi perekonomian global. Rulli mengatakan situasi tersebut akan merugikan perekonomian Tiongkok yang terkenal bergejolak.

Pada bulan Januari 2018, AS mengenakan tarif sebesar 50% pada panel surya dan mesin cuci dari Tiongkok, kata Rulli. Pada bulan Juni tahun itu, Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada dan Meksiko menaikkan tarif.

“Ketegangan dagang AS-China akan berdampak sangat negatif terhadap perekonomian global,” kata Rulli dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (14/1/2025).

Di saat yang sama, Ruli juga membeberkan alasan di balik depresiasi rupiah dalam beberapa pekan terakhir. Rupiah melemah 0,40% pada pukul 11.25 WIB terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini, menurut data Google Finance.

Jika pasar memperkirakan Federal Reserve akan menurunkan suku bunga secara signifikan, imbal hasil obligasi AS akan turun, katanya. Menurut dia, penurunan suku bunga agresif yang dilakukan The Fed membebani Indeks Dolar AS (DXY).

Dengan inflasi AS yang diperkirakan akan meningkat karena kebijakan Trump, pasar kini hanya memperkirakan penurunan suku bunga dana federal bilateral sebesar 25bps, perkiraan Rulli. Pada saat yang sama, Harapan untuk tahun 2024 akan memudar seiring dengan revisi data ekonomi AS terhadap suku bunga The Fed pada tahun 2024.

“Karena pasar memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunganya sebanyak 10 kali,” ujarnya. Jadi kondisinya sangat berbeda. Itu sebabnya rupiah melemah di kisaran Rp 15.200 dan kini turun ke Rp 16.000.”

Selain itu, Rulli juga mengindikasikan bahwa Dana Moneter Internasional (IMF) telah sedikit menurunkan perkiraan pertumbuhannya untuk tahun 2025. Menurut dia, Perkiraan pertumbuhan Dana Moneter Internasional (IMF) akan tetap moderat di masa depan, sejalan dengan proses sterilisasi yang sedang berlangsung.

Dia mengatakan perubahan perkiraan Dana Moneter Internasional berarti separuh populasi dunia akan memilih pemerintahan baru. Pemerintahan yang baru terpilih mungkin akan melakukan perubahan signifikan dalam kebijakan fiskal dan perdagangan.

“Volatilitas pasar keuangan terkini menyoroti potensi kelemahan perekonomian global,” jelasnya.

Sebagai tanggapan, Ruley menilai perekonomian Tiongkok berisiko mengalami stagnasi. Dengan kondisi tersebut, Tiongkok diperkirakan akan mengurangi stimulusnya secara memadai. Perekonomian Tiongkok bisa menghadapi resesi serupa dengan yang terjadi di Jepang pada tahun 1990an dan krisis keuangan Amerika tahun 2008. (rd/rd)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *