Jakarta –
Lebih dari 250 sekolah di Bangkok ditutup pada Kamis (23 Januari 2025) karena polusi udara. Otoritas setempat juga mendesak semua orang untuk sementara waktu bekerja dari rumah dan membatasi penggunaan kendaraan.
Polusi udara musiman telah lama melanda Thailand, begitu pula banyak negara lain di kawasan ini. Penyebabnya adalah udara yang lebih sejuk dan tergenang ditambah asap sisa pembakaran serta kontaminasi kendaraan.
Hingga Kamis pagi, menurut Iqair, ibu kota Thailand itu merupakan yang terbesar di dunia.
Kadar polutan PM2.5, yaitu mikropartikel kecil penyebab kanker yang masuk ke darah melalui paru-paru, mencapai 122 mikrogram per meter kubik, delapan kali lebih tinggi dari rekomendasi aman WHO.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan bahwa paparan rata-rata 24 jam tidak boleh melebihi 15 mikrogram hampir setiap hari dalam setahun.
Awal pekan ini, pihak berwenang di Bangkok mengatakan sekolah-sekolah di daerah dengan tingkat PM 2.5 yang tinggi mungkin ditutup sementara. Hingga Kamis pagi, 194 dari 437 sekolah yang berada di bawah kendali Bangkok ditutup, sehingga berdampak pada ribuan siswa.
Ini merupakan penutupan sekolah terbesar sejak tahun 2020 akibat polusi udara. 58 sekolah lainnya dari 156 sekolah di bawah Departemen Pendidikan Dasar, sebuah lembaga pemerintah pusat, juga memutuskan untuk ditutup pada hari Kamis.
Ibu kota ini mempunyai beberapa sekolah lain yang berada di bawah badan-badan lain dan lembaga-lembaga swasta, namun tidak ada datanya.
Anak-anak sangat rentan terhadap polusi udara, namun aktivis hak asasi manusia memperingatkan bahwa penutupan sekolah berdampak besar pada siswa yang paling rentan.
Pemerintah mengumumkan insentif untuk menghentikan pembakaran tunggul dan bahkan menguji metode baru untuk memerangi polusi udara dengan menyemprotkan air dingin atau es kering ke udara di atas kabut asap.
Namun tindakan tersebut masih berdampak kecil, dan politisi oposisi menuduh Perdana Menteri Thailand Payothortarna Chicano, yang kini berada di Davos untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia, tidak menanggapi masalah ini dengan serius.
“Sementara perdana menteri menghirup udara segar di Swiss dan berusaha menarik lebih banyak investasi ke Thailand, jutaan warga Thailand menghirup udara yang tercemar,” Nattaphong Rungpanivut, pemimpin Partai Rakyat, mengatakan dalam sebuah postingan di Facebook.
Aktivis udara bersih mendorong undang-undang yang bisa disahkan akhir tahun ini.
“Anda benar-benar memerlukan undang-undang yang komprehensif mengenai semua aspek krisis ini,” kata Guillaume Rush, direktur eksekutif Save the Children Thailand.
“Ini sulit, tapi saya pikir dengan UU Udara Bersih kita akan mencapainya,” katanya kepada AFP. Tonton video “Video: Potret Pakistan dikelilingi kabut beracun” (NAF/KNA)