Jakarta –

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia ke China sebesar 60,22 miliar. China merupakan salah satu pendiri Batu Bata dan negara ekspor terbesar Indonesia.

Meski demikian, Tiongkok sebagai mitra dagang utama Indonesia lebih banyak melakukan ekspor ke Indonesia, padahal ekspor Indonesia ke Tiongkok memiliki nilai yang tinggi. Indonesia tidak bisa mempertahankan surplus dengan Tiongkok. Untuk pertama kalinya sejak tahun 2007 atau 15 tahun Indonesia pada tahun 2023 dapat menangkap kelebihan. Sekadar informasi, neraca perdagangan Indonesia dengan China sebesar 8,970 juta. Defisit dolar AS.

Ekspor Indonesia ke Tiongkok meningkat pada tahun 2022, 2023, dan 2024 masing-masing sebesar 65.839, 64.834, dan 62.439 juta dollar AS. Indonesia sangat bergantung pada Tiongkok untuk ekspor barang. Ekspor Indonesia ke China antara lain besi dan baja dengan nilai sebesar adalah 16,07 miliar USD, bahan bakar mineral – 13,89 miliar. USD, nikel dan produknya sebesar 6,26 miliar.

Meski aspek ekonomi meningkat pesat, terutama sejak satu dekade terakhir, hubungan Indonesia dan Tiongkok dipandang oleh para pengamat sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi Tiongkok menunjukkan sikap menawannya terhadap Indonesia, di sisi lain Tiongkok sewaktu-waktu bisa berubah menjadi kekuatan yang mengancam.

Selain itu, hubungan Indonesia-Tiongkok masih diwarnai sikap negatif, curiga, hati-hati, dan peduli terhadap tujuan negara oleh beberapa kelompok elit dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Pendapat di atas muncul pada workshop A Dance with Dragons? Kebijakan Indonesia-Malaysia terhadap Tiongkok’, diselenggarakan oleh Forum Sinologi Indonesia (FSI), Lembaga Kebijakan Publik Paramadina (PPPI) dan wadah pemikir Malaysia Bait Al Amanah. Universitas Paramadina, Jalan Rasuna Said, Jakarta.

Pakar hubungan internasional asal Malaysia, Profesor Cheng-Chwee Kuik dan Direktur Eksekutif PPPI Universitas Paramadina Jakarta Ahmad Khoirul Umam turut serta dalam workshop tersebut.

Ketua FSI Johanes Herlijanto yang juga dosen Program Studi Komunikasi UPH berpendapat bahwa Indonesia tidak hanya menjaga jarak dalam hubungannya dengan Tiongkok dan negara lain, termasuk negara Barat, namun juga telah menunjukkan kemampuan dan kemauan untuk bertindak tegas jika terjadi hal yang tidak diinginkan. Tiongkok atau segala tindakan negara lain yang dapat melanggar kedaulatan Indonesia.

Contoh yang mencolok adalah tindakan tegas anggota Bakamla Indonesia terhadap anggota Penjaga Pantai Tiongkok yang pada tahun 2024 menyerbu Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia pada bulan November. Kemudian, penggantian drone buatan China dengan drone buatan Turki untuk melindungi wilayah Indonesia di Kepulauan Natuna dipandang sebagai langkah yang tepat untuk menunjukkan upaya Indonesia dalam menjaga dan mempertahankan kedaulatannya dalam menghadapi pendekatan China yang semakin tegas dan agresif terhadap wilayah tersebut. Laut Cina Selatan.

Johannes juga menilai, seperti halnya Indonesia, Malaysia juga telah menunjukkan kesiapannya untuk mengambil tindakan tegas terhadap negara mana pun yang melanggar kedaulatannya.

(fdl/fdl)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *