Jakarta –
Provinsi Gorontalo saat ini termasuk dalam 10 provinsi termiskin di Indonesia hingga Maret 2024. Banyak langkah yang dilakukan untuk mengentaskan kita dari kemiskinan, salah satunya dengan membuka pintu bagi investor.
Plt Sekretaris Jenderal Daerah Gorontalo Handoyo Sugiharto mengatakan ada dua permasalahan penting di Provinsi Gorontalo. Pertama, kemiskinan. Hingga Maret 2024, jumlah penduduk miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 14,57% atau sebanyak 177.900 jiwa. Dari jumlah tersebut, 17.410 jiwa atau 1,46% penduduknya tergolong miskin ekstrem di Gorontal.
Meski angka kemiskinan menurun dibandingkan tahun lalu sebesar 15,15%, Gorontalo masih masuk dalam 10 provinsi termiskin di Indonesia. “Dari tahun 2016 hingga sekarang, jika provinsi baru tidak dimekarkan, kita masih termasuk lima provinsi termiskin,” kata Handoyo dalam pengumumannya, Kamis (17/10/2024).
Kedua, masalah kekakuan. Pada tahun 2022, kata Handoyo, angka prevalensi di Provinsi Gorontalo mencapai 22%. Namun pada tahun 2023 angka tersebut akan meningkat menjadi 26,9%. Selain itu, Provinsi Gorontalo merupakan daerah dengan dua permasalahan gizi yang memberatkan, yaitu gizi kurang, obesitas, kelebihan berat badan, dan gizi kurang.
Menurut Handoyo, Provinsi Gorontalo tidak bisa hanya mengandalkan pertanian tradisional untuk mengatasi masalah kemiskinan dan penghematan. Dibutuhkan sentuhan investor untuk membangun dan memajukan Gorontala.
Apalagi anggaran Pendapatan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Gorontalo sangat kecil, hanya mencapai Rp 1,8 triliun. Dari jumlah tersebut, biaya pokok daerah Gorontalo (PAD) hanya Rp 500 miliar. Anggaran tersebut jelas belum mampu menutup kebutuhan pembangunan Provinsi Gorontalo sehingga diperlukan anggaran dan masukan dari berbagai pihak.
“Kita harus terbuka, kita menyambut baik investor yang akan membangun di Provinsi Gorontalo, jadi ini tujuan kita dalam pengentasan kemiskinan,” kata Handoyo.
Provinsi Gorontalo membutuhkan investor untuk meningkatkan jumlah lapangan kerja. Peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen akan menciptakan 400.000 lapangan kerja baru. Saat ini pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo hanya sebesar 4,5 persen.
Handoyo menambahkan, “Jika kita tidak membuka diri terhadap investor, Gorontalo akan terus seperti ini. Investasi industri biomassa seperti BJA nantinya akan menjadi sumber pendapatan bagi Provinsi Gorontalo, khususnya masyarakat Pohuwato.”
Salah satu investasi terbesar di Gorontalo saat ini adalah kehadiran PT Biomasa Jaya Abadi (BJA) yang beroperasi di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Produsen wood pellet terlengkap dengan izin produksi terbesar di Tanah Air ini telah membawa keberkahan bagi masyarakat Gorontala dan Pohuwato serta menjadi aset nyata bagi pemerintah setempat.
Sejauh ini BJA telah menanamkan investasi sebesar Rp 1,4 triliun. Investasi tersebut ditujukan untuk membangun dan mengoperasikan pabrik pengolahan pelet. Saat ini BJA mempunyai kapasitas produksi 900.000 ton palet kayu per tahun.
Saat ini dua mitra BJA, PT Banyan Grow Lestari (BTL) dan PT Inti Global Laksana (IGL), memiliki peluang investasi masing-masing sebesar Rp 237,6 miliar dan Rp 107,2 miliar hingga Juni 2024. Pemilik hak komersial adalah BTL dan IGL. HGU), yang menyediakan wood pellet mentah untuk BJA.
“Investasi sebesar ini menegaskan pentingnya BJA, IGL dan BTL dalam pembangunan dan pertumbuhan bisnis jangka panjang. Dari investasi awal ini, BJA bersama dengan IGL dan BTL telah menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari seribu pekerja. berdampak langsung pada pengurangan pengangguran dan peningkatan jumlah masyarakat bahagia di Pohuwat dan sekitarnya,” kata Direktur BJA Burhanuddin.
(rd/rir)