Jakarta –
Penundaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% diumumkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (GDF) Kementerian Keuangan. Kabar tersebut diumumkan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan.
Sedangkan berdasarkan undang-undang no. 7 Tahun 2021 untuk Harmonisasi Peraturan Perpajakan PPN dinaikkan menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.
Terkait permasalahan ini, DJP akan selalu mengikuti keputusan pemerintah, kata Direktur Saran, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti kepada detikcom, Jumat (29/11/2024).
Luhut sebelumnya menyatakan penerapan PPN 12% hampir pasti ditunda. Sebab, pemerintah ingin memberikan kesejahteraan atau insentif kepada masyarakat kelas menengah ke bawah terlebih dahulu.
“Sebelum ada PPN 12%, pada prinsipnya dorongan harus diberikan kepada masyarakat yang keadaan keuangannya sulit. Mungkin dihitung dua bulan, tiga bulan. Ada perhitungannya (untuk kelas menengah),” kata Luhut saat ditemui di TPS 004, Kecamatan Kuningan Timur, Jakarta Selatan, Rabu (27/11).
“Iya hampir pasti tertunda, biarlah (stimulus) ini dulu. (Menunggu kebijakan stimulus?) Ya, itu saja,” imbuhnya.
Insentif yang akan diberikan berupa bantuan tagihan listrik. Luhut mengatakan, bantuan tersebut tidak diberikan langsung kepada penerimanya untuk mencegah penyalahgunaan bantuan.
“Tapi itu diberikan untuk listrik. Karena kalau nanti dunia diberikan, takutnya nanti terulang kembali. (Bantuan langsung) untuk listrik, kira-kira seperti itu. Saya kira nanti akan diputuskan, tapi desainnya, usulannya seperti ini,” jelasnya.
Lebih lanjut, Juru Bicara Luhut Jodi Mahardi menjelaskan, kebijakan tersebut saat ini masih dalam tahap kajian. Kebijakan ini harus kami sampaikan masih dalam tahap kajian mendalam, kata Jodi dalam keterangannya kepada detikcom.
Tonton videonya: PPN naik hingga 12% membuat Anda tidak nyaman
(bantuan/hns)