Jakarta –

Seiring berjalannya waktu, Esports telah berkembang menjadi industri besar. Padahal dulunya olahraga elektronik ini mempunyai stigma negatif.

Hartman Haris, co-founder dan CEO EVOS, bercerita tentang bagaimana esports yang dulu hanya dianggap sebagai hobi, kini telah menjadi industri besar. Menurut Hartman, esports semakin berkembang di Indonesia karena meluasnya penyebaran internet dan munculnya game-game populer.

“Waktu itu kita mulai serius di tahun 2017 karena melihat ruang terbuka. Pemainnya banyak, internetnya luas, dan banyak ponsel murah. Jadi kita coba, ternyata berhasil, Hartman dari Jakarta Convention Center, Sabtu (28/9/2024).

Namun perjuangan untuk membentuk tim esports tidaklah mudah. Salah satu tantangan terbesarnya adalah stereotip negatif yang terkait dengan dunia game, khususnya di masyarakat.

“Saat anak ingin izin mengikuti lomba, sering kali guru tidak mengizinkan. Kalaupun anak penyanyi atau artis, mereka didukung. Stereotipe ini yang menjadi salah satu kendala terbesar,” ujarnya.

Hal serupa juga dialami oleh co-founder dan CEO RRQ Adrian Pauling pada kesempatan yang sama. Persepsi ini perlahan berubah seiring berkembangnya industri eSports dan perubahan opini masyarakat. Kini sudah banyak sekolah yang mulai mendukung kegiatan eSports, bahkan mengintegrasikannya ke dalam kegiatan ekstrakurikuler.

“Sekarang banyak sekolah yang mengadakan ekstrakurikuler dengan eSports. Dan yang menarik, ekstrakurikuler ini hanya diperuntukkan bagi siswa yang mempunyai prestasi akademik bagus,” kata Adrian.

Perubahan ini menunjukkan bahwa eSports sudah tidak lagi dianggap dan mulai dipandang sebagai karir profesional yang menjanjikan.

Selain e-sports, musik juga berperan penting dalam event e-sports besar. Seperti yang dikatakan Gerhana Banyubiru, pendiri dan CEO The Sound Project, bagaimana musik selalu dilibatkan dalam ajang esports untuk menambah nilai hiburan.

“Setiap ajang esports pasti ada musisi yang tampil. Hal ini menjadikan esports lebih dari sekedar game, tapi juga bagian dari hiburan.” kata gerhana.

Kedua industri menghadapi tantangan serupa dalam hal kelelahan dan tetap relevan. Kerja sama keduanya tidak hanya akan memperluas jangkauan penontonnya, tetapi juga membuka peluang baru bagi perkembangan industri hiburan di Indonesia.

Hal ini dibahas dalam sesi IdeaFest 2024 “Games dan Musik, Powerhouses of Modern Youth Culture” bersama Aldila Karina (Synchronize Fest Communications Director), Andrian Pauline Husen (Co-Founder dan CEO RRQ) dan Gerhana Banyubiru (Founder dan CEO The Sounds Project ) dan Hartman Harris (CEO dan salah satu pendiri EVOS).

*Artikel ini ditulis oleh Dita Aliccia Armadani, peserta detikcom Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka. Saksikan “IdeaFest 2024 yang menampilkan lebih dari 500 pembicara industri kreatif” (agt/agt)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *