Jakarta –
Pemerintah berupaya menurunkan harga tiket pesawat sebesar 10%, terutama saat libur Natal dan Tahun Baru. Kebijakan ini tentu diterima masyarakat.
Pengamat lalu lintas, Bambang Haryo memperkirakan, langkah penurunan tarif pemerintah diharapkan dapat dilakukan oleh masyarakat kelas menengah dan atas.
Namun ada satu hal yang perlu dikaji, yaitu angkutan udara merupakan moda transportasi yang mempunyai risiko tinggi, yang jika terjadi kegagalan akan berakibat fatal, kata Bambang Haryo di Jakarta, Senin (12 Februari 2024). ).
Perusahaan penerbangan harus mampu menanggung biaya keselamatan sesuai standar keselamatan yang ditetapkan ICAO (International Civil Aviation Organization), kata Bambang. Faktanya, saat ini biaya keselamatan tersebut belum diterapkan dengan cara terbaik oleh banyak maskapai penerbangan.
Jadi ada sebagian pihak yang melakukan kanibalisasi bagian-bagian pesawat untuk menggantikan bagian-bagian yang sudah aus. Termasuk standarisasi pelayanan fasilitas minimal sesuai UU Nomor 1 Tahun 2009, banyak maskapai penerbangan tidak bisa dilakukan, ujarnya.
Bambang Haryo mengatakan banyak pesawat yang terbang saat ini tidak memenuhi standar kenyamanan minimal. Misalnya di kelas ekonomi full service, tidak ada TV hiburan, kamar mandi selalu tidak ada air mengalir, tidak ada jet lag, kebersihan kabin kurang baik, dan penerbangan sering tertunda.
“Itu semua adalah standar pelayanan minimal yang harus dipenuhi oleh maskapai penerbangan,” tegasnya.
Anggota DPR RI periode 2024-2029 ini menjelaskan, harga tiket pesawat pada tahun 2016 masih murah, sekitar Rp700 ribu untuk maskapai berbiaya rendah dan sekitar Rp900 ribu untuk layanan paket ekonomi.
Namun saat itu nilai tukar per 1 dolar AS adalah Rp 11 ribu. Sedangkan sekarang sudah mencapai Rp 15.800, naik sekitar 40%. Jadi, nilai tukar saat ini naik menjadi 40% atau Rp.
Apalagi saat peak season, harga tiket pesawat domestik dan internasional cenderung meningkat. Menurut Bambang Haryo, hal tersebut sesuai dengan aturan pasar. Biasanya kenaikan harga tiket domestik masih wajar, sekitar 30-50% dari harga tiket reguler. Sedangkan tiket internasional mencatatkan kenaikan hingga 300% atau lebih dibandingkan harga normal.
“Menaikkan harga tiket menjelang musim liburan akan sangat membantu Pemerintah menyebarkan permintaan atau konsumen maskapai penerbangan. Oleh karena itu, tidak terjadi penumpukan pengguna jasa angkutan udara pada hari-hari peak season. Dijelaskannya lagi, keterbatasan jumlah maskapai tidak mampu memenuhi permintaan yang lebih besar dari kapasitasnya. “Jadi tidak berlawanan dengan intuisi jika harga tiket menjadi lebih murah menjelang hari raya.”
Ia mengatakan, kajian terhadap maskapai penerbangan ini juga harus membahas angkutan umum berbiaya rendah yang harus disediakan pemerintah. Karena kebijakan transit, banyak bandara belum memiliki transportasi umum terjangkau yang menghubungkan kota tujuan. Oleh karena itu, untuk terhubung dengan transportasi darat perlu menggunakan taksi yang biayanya bisa lebih mahal dibandingkan terbang.
Misalnya di bandara Lombok, jika menggunakan taksi untuk menuju Mataram, tarifnya Rp 400 ribu dan tentunya penumpang pesawat harus membayar biaya pembulatannya.
“Sebenarnya harga tiket pesawat Surabaya ke Lombok saat ini berkisar Rp 500 ribu. Jadi dalam hal ini bisa dikatakan harga tiket pesawat lebih murah dibandingkan transportasi darat,” pungkas Bambang. (rd/rir)