Jakarta –

Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11% menjadi 12% mulai tahun 2025 akan menjadi perbincangan masyarakat sepanjang tahun 2024. Kebijakan ini dinilai menekan daya beli masyarakat karena potensi inflasi.

PPN 12% mulai berlaku pada 1 Januari 2025 berdasarkan kewenangan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Keserasian Undang-Undang Perpajakan (HPP). Prinsip ini dibahas bersama di DPR RI yang disepakati delapan partai (kecuali PKS) untuk mengadopsi ketentuan ini.

Pemerintah menyatakan hanya barang dan jasa mewah yang dikenakan PPN sebesar 12%, antara lain pangan premium (beras, buah-buahan, ikan, dan daging premium), jasa kesehatan premium, jasa pendidikan tinggi, dan listrik untuk pelanggan rumah tangga 3500 VA-6600 VA. .

Sedangkan barang bebas pajak pertambahan nilai adalah barang pokok antara lain beras, daging, telur, ikan, dan susu. Hal yang sama berlaku untuk pendidikan, kesehatan, keuangan, tenaga kerja, asuransi dan layanan air.

“Pajak pertambahan nilai tahun depan akan naik sebesar 12% mulai 1 Januari, namun untuk barang yang dibutuhkan masyarakat akan dikenakan pajak pertambahan nilai,” kata Airlangga di Kantor Koordinasi Perekonomian Pusat Jakarta.

Sedangkan tepung terigu, minyak goreng, dan gula industri hanya dikenakan pajak sebesar 11% karena 1% ditanggung pemerintah selama satu tahun. Untuk mendukung ketentuan tersebut, pemerintah sedang menyiapkan peraturan yang memuat daftar barang dan jasa mewah yang akan dikenakan pajak pertambahan nilai sebesar 12%.

Insentif dikeluarkan untuk mendukung PPN 12%.

Untuk menjaga kesejahteraan masyarakat, pemerintah memberikan insentif berupa pemulihan ekonomi. Termasuk 10 kg sembako/beras per bulan yang akan diberikan kepada masyarakat jalur pertama dan kedua yang menjangkau 16 juta penerima pangan (PBP) selama dua bulan (Januari hingga Februari 2025) dan diskon 50%. Diskon tagihan listrik selama 2 bulan (Januari-Februari 2025) bagi pelanggan yang telah memasang listrik hingga 2200 VA untuk mengurangi pengeluaran rumah tangga.

Selain itu, bagi masyarakat kelas menengah, pemerintah telah merancang berbagai langkah kebijakan untuk menjaga daya beli. Insentif tersebut tetap memberikan sejumlah insentif yang sudah berlaku seperti PPN DTP Properti atas pembelian rumah senilai maksimal Rp 5 miliar dan dasar pengenaan pajak maksimal Rp 2 miliar, PPN DTP KBLBB. Atau kendaraan listrik (EV) untuk pengangkutan kendaraan roda empat tertentu untuk beberapa bus dan kendaraan lainnya PPnBM DTP KBLBB/EV untuk impor kendaraan roda empat tertentu (full/CBU) dan angkutan roda empat tertentu. Kendaraan listrik produksi dalam negeri (Completely Knock Down/CKD) dan pembebasan bea masuk kendaraan listrik CBU.

Selain itu, terdapat kebijakan baru yang diterapkan pada masyarakat kelas menengah, antara lain pemberian PPnBM DTP Kendaraan Bermotor Hibrida yang memberikan insentif PPh Pasal 21 DTP bagi pekerja di sektor padat karya dengan gaji tetap hingga 10 juta Rp per bulan. Meningkatkan jaminan kehilangan pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan sebagai efek jera bagi pekerja yang tidak hanya terpinggirkan secara finansial, namun juga mendapatkan manfaat dari pelatihan dan akses informasi ketenagakerjaan serta pengurangan/diskon sebesar 50% pada pembayaran iuran asuransi kecelakaan kerja. . (JKK) Di industri padat karya, masyarakat melamar, cerita selengkapnya ada di halaman selanjutnya… (bantuan/kil)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *