Jakarta –

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang kebijakan tarif pajak 0,5% atas laba di bawah Rp 4,8 miliar berlaku hingga akhir tahun 2024. Pemerintah diminta menaikkan pelayanan Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5%. usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan insentif bagi UMKM harus diperluas. Tak hanya itu, Bhima bahkan menyarankan agar pemerintah memberikan harga yang lebih murah sebagai insentif kepada para pelaku UMKM agar usahanya tetap bisa berjalan. “Tidak hanya Pph 0,5% yang harus dihindari agar tidak meningkat di tahun depan, namun beliau merekomendasikan agar Pph UMKM diturunkan menjadi “0,1 hingga 0,2% dari keuntungan,” ujarnya, diposting pada Minggu (24/11/2024).

Ia mencontohkan, pertimbangan selanjutnya adalah UMKM memerlukan insentif finansial yang lebih besar karena UMKM akan terkena dampak langsung dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai tahun depan.

Selain itu, pertumbuhan kredit UMKM juga melambat. “Jadi perlu dukungan subsidi pajak yang berpihak pada UMKM. Yang terpenting UMKM patuh membayar pajak, sehingga jika kadarnya rendah maka lebih patuh membayar pajak. Kepatuhan dari sisi UMKM akan meningkatkan penerimaan pajak. untuk menaikkan levelnya,” ujarnya.

Karena mempunyai kekuatan sebagai penggerak perekonomian, tambah Bhima, UMKM harus benar-benar dilindungi oleh pemerintah. Selain itu, dengan masuknya 117 juta tenaga kerja atau 97 persen di sektor ini, ia berharap penurunan insentif akan menjamin kepastian UMKM. “Tidak hanya mencegah kenaikan Pph UMKM di tahun 2025, tapi juga menjamin peningkatan Pph UMKM di tahun 2025. harga sangat rendah, sehingga penyerapan tenaga kerja di UMKM “bisa meningkat untuk mengimbangi PHK di sektor industri padat karya,” ujarnya.

Wakil Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Eko Listiyanto juga mengatakan insentif ini perlu diperluas mengingat UMKM masih membutuhkan dukungan finansial, terutama UMKM di sektor yang belum pulih dari pandemi. Jika ditarik, beban UMKM akan bertambah sehingga sulit bersaing dengan non-UMKM.

“Insentif ini lebih ke UMKM, kalau untuk pembeli/konsumen, PPN jangan dinaikkan dulu, ditunda dulu sampai perekonomian membaik, tumbuh sekitar 6%,” tambah Eko.

Sebelumnya, Kementerian UMKM berencana mengusulkan perpanjangan tarif pajak penghasilan (PPh) sebesar 0,5% untuk usaha mikro, kecil, dan menengah. Kebijakan perpanjangan PPh sebesar 0,5% dinilai penting bagi UMKM yang omzetnya kurang dari Rp 4,8 miliar agar tetap mendapat manfaat pajak yang meringankan beban usaha.

Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengatakan pihaknya saat ini sedang melakukan negosiasi dengan Kementerian Keuangan yang dipimpin Sri Mulyani untuk memperpanjang insentif pajak ini. Saat ini aturan tersebut masih berlaku hingga akhir tahun 2024 sesuai dengan PP Nomor 23 Tahun 2018.

Sedangkan setelah Batas Waktu Tarif Pajak Penghasilan berakhir, pelaku usaha yang mempunyai omzet hingga Rp 4,8 miliar dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Bersih (NPPN). UMKM dengan omset lebih dari Rp 4,8 miliar atau memilih tidak menggunakan NPPN akan dikenakan pajak dengan tarif progresif dan rincian: 5% dari penghasilan kena pajak sampai dengan Rp 60 juta 15% sebesar Rp 60 juta – Rp 250 juta 25% Rp 250 juta-Rp 500 juta 30% Rp 500 juta-Rp 1 miliar 35% lebih dari Rp.

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *