Deepak-
Sekitar 150 budak Cornelius Chastain dibebaskan dan diberi tanah milik. Mereka juga mendapatkan pendidikan yang baik.
Pada tahun 1600-an, pemilik tanah jarang atau tidak pernah mendidik budaknya. Faktanya, menjalani kehidupan yang layak pun tampaknya mustahil.
Namun Cornelis Chastelein, seorang akuntan kaya di Amsterdam dan kepala eksekutif Perusahaan Dagang Belanda, atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), berbeda. Ia memiliki hati yang baik, termasuk 150 budak yang dibelinya dari pasar budak di Bali.
Boy Loen, koordinator sejarah Cornelis Chastelein Foundation (YLCC), mengatakan Chastelein punya pandangan yang sangat berbeda dibandingkan pejabat VOC lainnya.
Setelah meninggalkan perusahaan perdagangan yang rakus, Chastain membeli 150 budak untuk mengelola tanah miliknya. Mulai saat ini, dia tidak hanya mempekerjakan budaknya, tapi Chastain juga memikirkan masa depan budaknya.
“Dalam perkembangannya Chastain, karena dia adalah seorang Kristen yang taat dan karena pemikirannya, dia berpikir bahwa jika Tuhan memanggilnya di masa depan, 150 budak akan tetap menjadi budak dan hidup dalam sistem perbudakan,” kata Boye. beberapa waktu lalu
Dalam pemikiran dan keyakinannya, Chastain ingin budaknya memiliki pengalaman yang luas. Ia pun memerintahkan beberapa hambanya yang bisa membaca dan menulis untuk mengajar hamba lainnya.
“Yang disuruh mengajar baca tulis adalah Baprima van Bali dan Carang Asem van Bali, karena budaknya ada 150 orang, dua di antaranya bisa baca tulis. Beliau memerintahkan pada abad ke 17 media pembelajaran masih sulit. membaca media itulah yang bisa menemukan Alkitab,” kata Boye.
Bocah itu menjelaskan mengapa Alkitab adalah buku yang tepat untuk dibaca saat itu, karena ceritanya orang-orang Eropa yang membuka koloni di belahan bumi selatan memiliki prinsip emas, kejayaan, dan kabar baik.
“Memberitakan Injil adalah memberitakan Injil, memberitakan Injil, dan Anda harus membawa Alkitab. Jadi dengan cara belajar seperti ini, mereka belajar membaca dan menulis,” kata Boye.
Nanti dalam perjalanannya, setelah bisa membaca dan menulis, Baprima van Bali dan Carang Asem van Bali dibaptis menjadi Kristen. Disusul budak-budak lainnya, tambahnya.
Kemudian, pada saat itulah Boy mengatakan bahwa Kaom Depok Belanda menjadi Kristen masa depan para budak Chastelian.
“Jika mereka bisa membaca dan menulis, mereka akan bisa memiliki pengetahuan dan mengetahui hal-hal yang terjadi di dunia,” kata Chastain.
Setelah memberikan budaknya pendidikan yang memadai, Chastain mengajari mereka untuk membentuk sebuah guild. Organisasi tersebut mengurus kebutuhan sosial masyarakat Dipok yang bekerja sebagai budak.
Mulai dari masalah sosial, irigasi, infrastruktur. Semuanya sudah diatur, jadi para budak mulai memungut pajak.
Oleh karena itu, untuk setiap panen, setiap budak harus memberikan sepuluh persen hasil panennya kepada organisasi. Kini pajak digunakan untuk kesejahteraan masyarakat Dipok, pendidikan, keluarga miskin terjamin kebutuhan pangannya dan kebutuhan anak-anaknya. juga sudah terkonfirmasi,” kata Boi
Chastain meninggal pada 13 Maret 1714. Tiga bulan sebelum meninggal, Chastain menulis surat wasiat untuk mewariskan tanah miliknya.
Selain anak tunggalnya, Antoni Chastain, dan putri tirinya Maria Chastain, tanah di Batavia, ia juga memberikan tanah seluas 1.200 hektar di Depoc untuk menghidupi 150 budaknya.
“Kalau Tuhan memanggil saya, pertama 150 budak akan lepas dari perbudakan menjadi orang merdeka. Kedua, saya akan makan tanah Depok untuk 150 budak,” kata Boy.
Masih banyak reruntuhan Chastain di kawasan Dipok lama, antara lain rumah-rumah dengan gaya arsitektur masa lalu, Jembatan Panas di Jalan Tole Iskandar, dan Cornelis Chastain Memorial di Jalan Pemuda Dipok. Lalu, Gereja GPIB Imanuel, Gedung Yayasan Cornelis Chastelein Institution (YLCC), rumah Presiden Depok dan tiang telepon pertama yang dibangun Belanda sejak tahun 1900. Tiang telepon ini terletak di Jalan Kartini Depok.
Jembatan Panus yang membentang di Sungai Siliwung dari Bogor, Depok hingga Jakarta dibangun pada tahun 1917 oleh insinyur Belanda Andre Lawrence. Nama Panus berasal dari Stevanus Leander yang tinggal di dekat jembatan.
Kata ‘Depok’ juga dikenal sebagai singkatan dari De Eerse Protestantse Organisatie van Kristenen, atau kurang lebih berarti Organisasi Kristen Protestan Pertama. Saksikan video “Bullying di Dunia Akademik Bikin Prihatin” (wsw/fem).