Jakarta –

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan merespons seruan boikot pembayaran pajak di media sosial. Hal ini sebagai bentuk penolakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% mulai tahun 2025.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Doi Astuti mengatakan, penyesuaian tarif PPN menjadi 12 persen merupakan rasa keadilan dan gotong royong. Pajak yang dibayarkan masyarakat terutama untuk kesejahteraan masyarakat melalui program pemerintah.

Perlu kami sampaikan, prinsip dasar penyesuaian tarif PPN dalam rangka mencapai keadilan adalah mendukung masyarakat dan bersinergi dengan seluruh elemen bangsa, kata Dui kepada detikcom, Kamis (19/12/2024).

Lebih lanjut disebutkan bahwa mereka yang tidak mampu atau tidak mampu, sangat terlindungi dengan adanya pembebasan PPN atas komoditas penting seperti beras, daging, ikan, telur, buah-buahan, sayuran, susu segar, gula konsumsi. termasuk jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa kepolisian umum, jasa ketenagakerjaan, jasa keuangan dan jasa asuransi.

Barang lainnya (buku, vaksin polio, rumah sederhana, apartemen, listrik, dan air minum), jelas Dui.

Sedangkan barang lain seperti tepung terigu, gula industri, dan minyak canta dikenakan PPN sebesar 12%, namun barang tersebut dikenakan PPN (DTP) Negara sebesar 1%. Dengan demikian, PPN yang dibebankan kepada masyarakat atas barang tersebut tetap sebesar 11%.

“Dengan demikian masyarakat miskin/tidak mampu jauh lebih terlindungi dengan berbagai fasilitas tersebut,” ujarnya.

Pemerintah juga telah meluncurkan paket kebijakan untuk meningkatkan daya beli dan menstimulasi perekonomian, yaitu:

A Dukungan Rumah Tangga dan Perorangan (PMK)

– Pemerintah akan menyalurkan bantuan pangan berupa beras kepada 16 juta keluarga yang membutuhkan. Setiap keluarga akan mendapat 10 kg beras per bulan selama dua bulan yakni Januari dan Februari 2025. – PPN DTP 1% atas tepung terigu, gula industri dan minyak keta – Diskon 50% tagihan listrik dua bulan pertama tahun 2025 untuk konsumen 2200VA atau kurang – dengan nilai penjualan hingga Rp 5 miliar DTP PPN pembelian rumah di atas Rp 2 Miliar (100% rabat Januari-Juni 2025 dan 50% Juli-Desember 2025)

B Akses yang lebih baik terhadap asuransi pengangguran memberikan dukungan pekerja kepada pekerja yang mengalami PHK.

C Insentif bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

– Wajib Pajak OP UMKM yang telah memanfaatkan tarif PPh final 0,5% selama 7 tahun yang berakhir pada tahun 2024 akan diperpanjang hingga tahun 2025. – Wajib Pajak OP UMKM lainnya tetap dapat menggunakan PPh final 0,5% selama 7 tahun sejak pendaftaran pertama sesuai PP 55/2022 yang omzetnya kurang dari Rp500 juta per tahun dibebaskan sepenuhnya dari kewajiban membayar PPh.

D. Dukungan Terhadap Sektor Industri dan Ketenagakerjaan (PMK)

– Pekerja sektor padat karya dengan gaji sampai dengan Rp 10 juta per bulan akan menikmati manfaat PPH Pasal 21 – Subsidi asuransi kecelakaan kerja sebesar 50% selama 6 bulan pada sektor padat karya, subsidi BPJSTK dibayarkan melalui Untuk pinjaman dari perusahaan tekstil untuk pemeliharaan mesin.

E Insentif Bidang Perumahan (PMK PPN DTP)

– Pemerintah memberikan pembebasan PPN DTP atas pembelian rumah sebagai sektor rasio tinggi dengan harga jual Rp 2 miliar sampai dengan Rp 5 miliar, dengan skema pembebasan 100% selama Januari-Juni 2025. Dan diskon 50% untuk periode Juli s/d Desember 2025.

F Insentif Bidang Otomotif (PMK PPN DTP)

– Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) mendapatkan berbagai insentif antara lain PPN DTP 10% untuk KBLBB, DTP PPnBM 15% untuk KBLBB impor CBU dan CKD, serta bea masuk 0% untuk KBLBB CBU.

– Kendaraan bermotor hybrid diberikan insentif berupa PPnBM DTP sebesar 3%.

Simak Video Panitia XI DPR Sebut PPN 12% Berpotensi Ciptakan Keresahan Sosial

(Bantuan/RRD)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *