Denpasar –

Banyaknya taksi online berpelat non-Bali atau non-DK yang beroperasi di Pulau Dewata menjadi sumber kekesalan bagi pengemudi wisata lokal.

Mereka pun mengajukan enam tuntutan kepada Pj Gubernur Bali. Pada Rabu (11/12), Forum Penggerak Pariwisata Bali juga bertemu dengan Pj Gubernur Bali Sangh Made Mahendra Jai ​​​​di Kantor Gubernur Bali, Denpasar.

Para pengemudi didampingi anggota DPR RI Nyoman Parta. Pada audiensi dengan Pj Gubernur Mahendra, Forum Penggerak Pariwisata mengajukan enam tuntutan. Salah satunya, mereka meminta pembatasan taksi online. Ada banyak taksi online dari luar Bali

Perwakilan Bali Tourism Driver Forum, Made Dharmayasa mengatakan, permintaan tersebut dilakukan karena melihat banyaknya kendaraan berpelat nomor negara lain yang beroperasi sebagai taksi online di Bali.

Munculnya aplikator taksi online menimbulkan kekhawatiran bagi para pengemudi wisata karena tarif yang terlalu murah, sistem diskon dari aplikator dan penjual, masyarakat luar Bali yang leluasa menjadi pengemudi di Bali, banyaknya mobil asing. ,” kata Dharmayasa.

Untuk itu, Dharmayasa dan rekan-rekannya menuntut Pemprov Bali membatasi kuota mobil taksi online Bali.

Selain itu, Pemprov juga diminta mengatur dan menata kembali keberadaan penyedia Angkutan Sewa Khusus (ASK) di Bali. Ini juga termasuk persewaan mobil dan sepeda motor. Setelah itu, tarif kendaraan sewa khusus distandarisasi.

“Perekrutan driver terbatas hanya pada KTP Bali saja,” lanjutnya.

Kelima, forum tersebut mewajibkan mobil wisata memiliki pelat nomor DK dan tanda pengenal yang jelas pada kendaraannya.

“Standarisasi pengemudi wisatawan yang berasal dari luar Bali,” tegasnya.

Menurut Dharmayasa, daya tarik Bali mendorong banyak orang datang ke sini tidak hanya sebagai wisatawan. Namun, masyarakat juga bekerja dan berusaha keras di pulau ini.

Banyaknya masyarakat yang datang ke Bali dan banyaknya pertentangan kepentingan dan budaya yang saling bertentangan menimbulkan berbagai permasalahan, termasuk perebutan akses ekonomi dan masalah kesejahteraan, jelasnya.

Sementara itu, Parta memberi alasan mengapa ASK memiliki nomor non-DK minimal enam bulan jika bertugas di Bali agar bisa diganti dengan nomor DK.

Pasalnya, Pemprov memiliki data akurat mengenai jumlah kendaraan di Bali terkait dengan jalan di Bali.

Agar Bali tidak kekurangan kuota BBM, lanjutnya.

Selain itu, menurutnya penggunaan pembangunan jalan di Bali dapat mencemari lingkungan Bali. Oleh karena itu, kendaraan yang melewati Bali harus membayar pajak.

Agar kualitas pariwisata di Bali stabil, tegas anggota DPR dari PDIP itu. Menjelaskan penyebab banyaknya kendaraan tanpa izin di Bali.

Sebelumnya, Persatuan Pengemudi Online Indonesia (PDOI) Bali tak mau dituding menjadi sarang kendaraan berpelat nomor di luar Bali.

Ketua PDOI Regional Bali Aditya Purwadinatha mengatakan, kendaraan berpelat nomor luar yang beroperasi di Bali berasal dari banyak sektor. Salah satunya adalah perusahaan nasional di Jakarta yang memiliki cabang di Bali dan mengirimkan kendaraannya ke Bali.

“Dia membagikan seluruh kendaraan dinasnya yang berpelat B, sehingga perlu dipertanyakan juga,” kata Aditya saat ditemui di Kantor DPRD Bali, Selasa (12/10/2024).

Katanya, jangan sampai masalah ini hanya menimpa driver online. Kenyataannya, daerah permasalahannya banyak kantongnya.

“Sebenarnya sebagian besar anggota PDOI Bali adalah pengemudi online yang menggunakan plat nomor DK, sebenarnya kami berusaha menghindari konflik kepentingan internal dengan peraturan daerah itu sendiri,” jelasnya.

Selain itu, Aditya juga mengalokasikan sewa mobil. Menurut dia, para pengusaha bisnis rental di Bali kebanyakan membeli kendaraan di luar Bali dengan dalih mendapatkan harga yang lebih murah.

“Yah, belum ada kebijakan yang jelas, aturan sewa mobil kurang lebih sama,” ujarnya.

——-

Artikel ini dimuat di detikBali. Tonton Video: Ratusan Pengemudi Wisata di Bali Demo Tolak Transportasi Online (wsw/wsw)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *