Jakarta –

Industri penerbangan Indonesia menyumbang 4,6% PDB, namun menghadapi masalah biaya dan keselamatan yang tinggi. Ada harapan perbaikan di tahun 2025.

Dengan demikian, catatan akhir Indonesian National Airlines Association (INACA) 2024 menyatakan bahwa industri penerbangan nasional memang merupakan industri yang memberikan dampak besar terhadap perekonomian Indonesia.

Menurut International Airline Association (IATA), kontribusi industri penerbangan nasional dan sektor seperti pariwisata dan perdagangan terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar USD 62,6 miliar atau Rp 1.001,6 triliun (kurs Rp 16.000) pada tahun 2023. mengatur. . ), setara dengan 4,6% produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

“Total orang yang bekerja di industri ini akan mencapai 6 juta orang. Namun bisa dikatakan langit masih kurang baik bagi industri penerbangan Indonesia di tahun 2024,” kata CEO INACA Denon Praviraatmadja.

“Lingkungan dunia usaha sebelum adanya pandemi Covid-19 ditandai dengan ketatnya persaingan usaha, yang setelah itu dampak pandemi Covid-19 akan terus berlanjut dan dampaknya akan terasa hingga tahun 2024,” ujarnya.

Namun ada satu titik terang, yakni kesadaran akan besarnya dampak industri penerbangan terhadap perekonomian dan kehidupan Indonesia, serta kuatnya fokus pemerintah terhadap industri penerbangan nasional, ujarnya. Berdasarkan catatan INACA, terdapat beberapa hal yang masih kurang baik bagi industri penerbangan nasional pada tahun 2024, yaitu:

1. Biaya penerbangan yang masih tinggi terutama disebabkan oleh kenaikan nilai tukar dolar Amerika terhadap Rupiah, dimana rata-rata nilai tukar 1 dolar Amerika pada tahun 2019 adalah Rp 13.901 dan pada bulan Oktober 2024 rata-rata nilai tukar menjadi atau mencapai Rp 15.884. meningkat sebesar 14%.

2. Apresiasi terhadap dolar AS juga akan meningkatkan biaya bahan bakar penerbangan, suku cadang, sewa pesawat dan komponen lainnya yang menggunakan dolar AS sebagai mata uang acuannya sehingga meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh maskapai penerbangan.

3. Ketentuan mengenai Tarif Batas Atas (TBA) dan Tarif Batas Bawah (TBB) belum direvisi seiring dengan kenaikan biaya penerbangan pada tahun 2019 hingga tahun 2024.

4. Bea masuk masih berlaku untuk sebagian besar suku cadang pesawat. Terdapat 472 kode HS untuk suku cadang pesawat, dimana hanya 123 kode HS yang dikenakan bea masuk 0%, namun masih terdapat 349 kode HS atau sekitar 74% dari 22.349 nomor suku cadang yang masih dikenakan bea masuk 2,5%. % hingga 22,5%.

5. Pandemi Covid-19 telah mengakibatkan kekurangan pesawat dan suku cadang secara global, yang berdampak pada jumlah pesawat yang tersedia dan laik terbang.

6. Menurunnya daya beli masyarakat menyebabkan penurunan jumlah penumpang penerbangan reguler domestik maskapai penerbangan. Data sementara jumlah penumpang maskapai penerbangan domestik pada Januari-September 2024 sebanyak 44,3 juta penumpang, turun 10% dibandingkan Januari-September 2023 sebanyak 49,2 penumpang.

7. Akibat memburuknya kondisi keuangan maskapai, mereka khawatir kondisi keselamatan penerbangan akan sedikit menurun. Menurut Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), jumlah kecelakaan di jalan meningkat 9 kali lipat dan kecelakaan berat meningkat 13 kali lipat pada Januari-Desember 2023.

Pada Januari-awal Desember 2024, jumlah kecelakaan lalu lintas tercatat 9 kali, kejadian berat 15 kali. Mengingat data yang tercatat pada tahun 2024 tidak akan setahun penuh dan jumlah penerbangan lebih sedikit dibandingkan tahun 2023, maka persentase keselamatan penerbangan pada tahun 2024 akan menurun dibandingkan tahun 2023. Lalu masa depan cerah bagi dunia penerbangan >>> Saksikan video “Serunya bermain air di kolam renang Hotel Mercure Bandung” (ex/ddn)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *