Jakarta –

Presiden Prabowo Subianto menunjuk Meutya Hafid sebagai Menteri Komunikasi dan Pengarah Digital. Meutya mengepalai Kementerian Komunikasi dan Digital yang dulu bernama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Cominfo).

Politisi Partai Golkar Meutya tidak sendirian, Prabowo kembali mengangkat Nezar Patria dan Angga Raka Prabowo yang sebelumnya menjabat Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika di bawah Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Budi Ari Setiadi.

Berdasarkan catatan detikINET, beberapa permasalahan tersebut merupakan permasalahan yang perlu segera diatasi. Apa Itu Menkominfo Meutya Hafid, Berikut Penjelasannya: 1. Badan Pengawasan PDP

Pasca berlakunya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) pada 17 Oktober 2024, pemerintah belum membentuk otoritas pengawasan perlindungan data pribadi. Keberadaan lembaga ini dinilai penting karena banyak pihak yang mengelola data pribadi dan juga berperan sebagai “arbiter” dalam kasus kebocoran data yang sering terjadi di masa lalu.

Pembentukan lembaga pengawas PDP ini diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Badan ini bertindak sebagai ‘wasit’ data pribadi untuk memastikan bahwa penggunaan data pribadi individu oleh pengontrol data dilakukan dengan tepat.

Lembaga sesuai dengan ketentuan Bab IX UU PDP tentang tugasnya. Berdasarkan Pasal 58, lembaga ini didirikan oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.

Pada saat yang sama, badan pengawas PDP ini menjalankan tugas antara lain (1) penyusunan dan penetapan kebijakan dan strategi perlindungan data pribadi, (2) pemantauan pelaksanaan perlindungan data pribadi, (3) pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan data pribadi. pelaksanaan peraturan perundang-undangan administratif terhadap pelanggaran UU PDP dan (4) bantuan penyelesaian sengketa di luar pengadilan atas perlindungan data pribadi 2. Pusat Informasi Nasional

Pemerintah menempatkan informasi mengenai kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah di Pusat Data Nasional (PDN). PDN Cikarang, pusat data publik pertama, diharapkan dapat dibuka pada Agustus tahun lalu. Insiden serangan siber Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 Surabaya mengubah segalanya.

Juni lalu, insiden PDNS 2 yang terinfeksi ransomware Brain Cipher menyebabkan gangguan pada layanan pemerintah negara bagian. Butuh waktu beberapa bulan hingga PDNS 2 diumumkan pulih.

Pasca kejadian tersebut, pemerintah segera memberikan penekanan pada PDN Cikarang, salah satunya adalah kualitas keamanannya, agar permasalahan serupa tidak terulang kembali di kemudian hari. Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Ari mengatakan proyek senilai Rp 2,7 triliun itu secara fisik sudah selesai 90%.

“Persiapan dan operasinya masih banyak lagi. Paling awal awal tahun depan. Tentu dia sudah siap,” ujarnya.

Sementara untuk PDN Batam, kata Budi Ari, prosesnya masih panjang karena harus melalui berbagai proses. Saat ini PDN Batam masih kosong.

“(PDN Batam) memakan banyak waktu untuk perencanaan, studi kelayakan, status dan sebagainya,” kata Budi Ari.

3. Undang-Undang Komunikasi Kelistrikan

Selama 25 tahun, undang-undang telekomunikasi menjadi semakin tidak relevan dengan kemajuan teknologi yang masif. Paling tidak, pemerintah harus bekerja sama dengan peraturan pendukungnya untuk mematuhi “arus digital”.

“UU 36 ini karena banyak lompatan teknologi yang tidak bisa dilakukan saat ini,” kata Pengamat Telekomunikasi ITB Ridwan Efendi, Selasa (10/8/2024).

Sebagai referensi, ketika UU Telekomunikasi disahkan, eranya masih berupa telekomunikasi, berbeda dengan saat ini yang banyak layanan digital tercipta berkat kemajuan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT).

Apalagi, Ridwan mengatakan, dari segi izin, prosesnya terlalu lama jika masih mengacu pada UU Telekomunikasi. Pada saat yang sama, keberadaan undang-undang untuk menciptakan lapangan kerja saja tidak cukup untuk pengembangan telekomunikasi.

(Agustus/April)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *