Jakarta –

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh untuk menguji Undang-Undang (UU) Nomor 6 tentang Cipta Kerja pada tahun 2023. Hal ini mengakibatkan 21 pasal diubah.

Kepala Divisi Sumber Daya Manusia Apindo Bob Azam mengatakan, pihaknya menghormati proses hukum dan putusan Mahkamah Konstitusi karena penting untuk menjaga keseimbangan antara perlindungan hak pekerja/pegawai dan kepentingan dunia usaha. Di sisi lain, mereka meminta semua pihak mempertimbangkan dampak keputusan tersebut.

“Kami menghimbau semua pihak untuk mempertimbangkan implikasi keputusan ini secara luas, terutama dalam dinamika perekonomian saat ini. Perekonomian Indonesia sedang berada dalam tekanan dan perlambatan akibat krisis ekonomi global. Dalam beberapa bulan terakhir, tren penurunan harga menunjukkan tren penurunan. trennya. Dampak besar terhadap konsumsi dalam negeri adalah daya beli masyarakat,” kata Bob dalam keterangannya, Jumat (1/11/2024).

Menurut Bob, keputusan Mahkamah Konstitusi yang mencabut beberapa ketentuan dalam UU Cipta Kerja dapat menimbulkan ketidakpastian peraturan yang dapat merugikan iklim investasi. Faktanya, stabilitas peraturan dan kepastian hukum merupakan faktor kunci bagi dunia usaha dan investor dalam membuat rencana jangka panjang.

Situasi ini secara langsung akan berdampak pada berbagai sektor usaha, khususnya industri padat karya yang sangat bergantung pada stabilitas perekonomian nasional. Dalam situasi ini, fleksibilitas kebijakan ketenagakerjaan menjadi sangat penting sehingga dunia usaha dapat beradaptasi dengan cepat dan cepat. efisien,” kata juru bicara itu. “Ini akan terus memberikan kontribusi terhadap perekonomian,” katanya.

Tanpa kepastian itu, Bob mengatakan daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan investasi bisa berkurang. Hal ini dapat mengurangi aliran modal baru dan bahkan mempengaruhi ketahanan investasi yang sudah ada.

Perubahan 21 pasal yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi juga dinilai harus mempertimbangkan kembali kondisi dunia usaha ke depan dan dampak dari rencana perusahaan, terutama yang dapat meningkatkan biaya operasional.

“Dalam kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya pulih, kenaikan harga tersebut akan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk tetap kompetitif. Biaya operasional yang tinggi akan memberikan tekanan pada stabilitas produk, terutama pada industri padat karya seperti manufaktur, yang menggunakan tenaga kerja yang besar dan sensitif. Perubahan kekuatan biaya tenaga kerja,” imbuhnya.

Saat ini Apindo disebut tengah mengkaji secara mendalam dampak putusan MK tersebut, khususnya terhadap kebijakan yang berdampak pada klaster ketenagakerjaan. Ia meminta pemerintah melibatkan dunia usaha dalam diskusi yang realistis untuk menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi.

Terkait dengan proses penetapan Upah Minimum (UMP) 2025 yang ada, Apindo berharap proses penetapannya tetap dilakukan berdasarkan ketentuan sebelumnya.

“Jika keputusan Mahkamah Konstitusi tentang upah minimum segera berlaku dan menjadi acuan penetapan upah minimum pada tahun 2025, maka akan menjadi pertimbangan potensi permasalahan di seluruh daerah bahkan di tingkat korporasi,” ujarnya.

Apindo berharap pengambilan kebijakan ketenagakerjaan ke depan mempertimbangkan situasi makroekonomi dunia usaha.

“Kebijakan yang tradisional dan berkeadilan tidak hanya akan memberikan dampak positif bagi pekerja, tetapi juga dunia usaha secara keseluruhan, untuk menjaga daya saing Indonesia di tingkat global dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang komprehensif dan berkelanjutan, terutama kesempatan kerja yang luas,” ujarnya. .

Tonton videonya: Pemerintahan DPR mengkaji usulan undang-undang ketenagakerjaan baru DPR

(bantuan/hns)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *