Batavia –

Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menjelaskan perbedaan tata cara antara Pajak (PPN) atas barang berharga dan barang murah. Hal ini menyusul pertumbuhan LAKE sebesar 11% hingga 12% pada tahun 2025 untuk kategori barang mewah.

Disebutkan dalam unggahan Instagram @ditjenpajakri, Jumat (3/1/2025), disebutkan ada perbedaan perlakuan DANAU terhadap barang mahal dan murah tergantung dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Wajib Pajak dalam menghitung besarannya. PPN yang harus dibayar. . Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Menteri Keuangan (PMK) nomor 131 tahun 2024.

DJP menjelaskan, barang mewah sebaiknya dijual atau diimpor dengan harga DPP. Sedangkan untuk barang nonmewah, DPPnya merupakan nilai lain sebesar 11/12 (11 kali 12) dari harga eceran atau harga impor.

Kemudian untuk Barang Kena Pajak (BKP) atas barang mewah, PPN dihitung sebesar nilai penuh impornya, dikalikan dengan pajak sebesar 12% atas nilai penuh DPP. Sedangkan untuk barang murah, PPN dihitung dalam nilai yang berbeda dengan perhitungan sebagai berikut;

DPP = 11/12 x PPN Nilai Impor = 12% x (11/12 x Harga Impor)

Maka bea masuk yang harus dibayar tetap sebesar 11% x nilai Impor, tulis DJP.

Selain itu, untuk kategori penyerahan barang/jasa dalam negeri hingga barang mewah, PPN dihitung atas harga jual penuh, dengan menggunakan rumus ini.

PPN = 12% x DPP

Sedangkan untuk penyerahan barang/jasa dalam negeri yang bernilai rendah, PPN dihitung dengan nilai yang berbeda, dengan rumus sebagai berikut.

DPP = 11/12 x PPN Harga Perdagangan atau penggantian = 12% x (11/12 x Harga Perdagangan atau penggantian)

Makanya pajaknya tetap 11% x perdagangan atau nilai toko, tulis DJP.

Selain itu, DJP juga memberikan contoh perhitungannya. Untuk kategori barang mewah misalnya, harga sebuah mobil adalah delapan ratus juta rupiah. Ya, perhitungannya sudah termasuk ini.

PPN : 12% x Rp 800 juta = Rp 96 juta

Sedangkan untuk kategori barang non finansial misalnya pembelian laptop. Misal: harga jual laptop 50 juta rupiah, jadi ada 16 buah, totalnya 800 juta. Pajak dihitung sebagai berikut.

PPN: 12% x (11/12 x Rp 800 juta) = 17% x Rp 800 juta = Rp 88 juta.

Menurut DJP, terlihat selisih besaran DANAU tahun 2024 dengan tahun ini lewat hingga 1 Februari.

DJP juga menjelaskan perbedaan penanganan barang mewah dan nonmewah pada masa transisi. Transisi akan dimulai pada 1 Januari hingga 31 Januari 2025 untuk penjual swasta. Barang-barang mahal tidak akan terpengaruh, karena akan tetap pada tingkat 11% selama dan setelah transisi.

Sedangkan untuk barang mahal, dalam bulan DPP akan digunakan nilai lain. Jadi perhitungan DPPnya menjadi 11/12 dikalikan harga jual atau masih 11%.

“Besaran PPN akan diterapkan sebesar 11% hanya dalam perjalanan,” kata DJP.

Selain itu, setelah masa transisi atau mulai 1 Februari 2025, DPP akan menerapkan total harga eceran dengan PPN 12%. Sementara barang murah tetap dikenakan PPN 11%.

Selain itu, DJP mengingatkan, kondisi di atas tidak termasuk dalam diri Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menggunakan nilai DPP lain atau PPN dalam jumlah tertentu yang diatur dengan aturan berbeda.

(sc/foto)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *