Jakarta –

Kementerian Perairan dan Perikanan (KKP) merespons sejumlah kontroversi terkait budidaya ikan tuna di Papua Biak. Proses budidaya di sini sempat menimbulkan kontroversi karena dikhawatirkan berdampak negatif terhadap lingkungan dan kelangsungan hidup juvenil tuna.

Direktur Jenderal Perikanan TB Haeru Rahayu menolak anggapan budidaya tuna akan merusak lingkungan dan menyebabkan kematian anakan tuna. Padahal, menurutnya, yang terjadi justru sebaliknya.

Bertemu setelah konferensi pers yang diadakan di Majelis Nasional Turki, TB mengatakan, “Sebenarnya, situasinya justru sebaliknya. Dengan pertanian, semua orang akan dapat melindungi sumber daya alam. Pastikan generasi mendatang, anak cucu kita, mendapat manfaat dari pertanian. sumber daya alam ini.” Gedung Mina Bahari IV, Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024).

TB mengatakan timnya melakukan perjalanan ke beberapa negara untuk meninjau perkebunan tersebut, antara lain Port Lincoln, Australia, dan Izmir, Turki. Hal ini memastikan budidaya tuna di sana berkelanjutan secara ekonomi dan ramah lingkungan.

“Jadi apa kendalanya kita kalau mau berekspansi? Padahal, beternak adalah salah satu jawaban untuk maju, mendapat pemasukan asing, lalu menghasilkan ikan yang lebih baik,” tuturnya.

TBC berlanjut di Izmir, penangkapan ikan tuna di sungai dilakukan dengan menggunakan sonar, bahkan ada yang menggunakan pesawat terbang. Namun bayi tuna tersebut akhirnya berhasil ditangkap. Penangkapan harus dilakukan dengan sangat hati-hati.

“Nah, kalau ambil, jangan pasang pasak di jaring seperti ini, bulatkan seperti ini. Lalu bawa ke KJA (Kandang Jaring Apung) dengan kecepatan maksimal nota. Kenapa ada alasannya? Jadi jaringnya tidak ketemu ya kalau bergerak cepat ya. Pasti mati. Dia bergerak pelan-pelan, jelasnya.

Oleh karena itu, TB yakin proyek budidaya tuna yang dirintisnya akan berjalan dengan baik dan hal-hal yang mereka khawatirkan tidak akan terjadi. Ia pun menegaskan, pemerintah tidak akan bersikap acuh tak acuh.

“Kebijakan seperti ini tidak kita ambil secara asal-asalan. Jadi dipikirkan matang-matang. tahun depan clear and clean,” kata TB.

Sebagai informasi, pengembangan budidaya ikan tuna di Biak, Papua merupakan hasil karya sejumlah investor swasta. Salah satunya adalah investor asal Turki. Pembangunan fasilitas saat ini sedang berlangsung di sana.

“Kami orang Indonesia, kami mulai masuk ke sana karena jumlahnya lebih banyak. Jadi kami undang investor dari Turki, lalu mereka masuk ke Biak, salah satunya. Mereka naik dua perahu, lalu membuat burung, sekarang sedang dalam proses. konstruksi,” kata Trenggono beberapa waktu lalu.

Harapannya tahun depan kita bisa mulai menanam dan kemudian budidaya tuna di Biak, mungkin pertama kali di Indonesia. Sekitar 40 juta dolar AS (nilai investasi), lanjutnya.

Ia mengatakan berkat formasi ini, produksi ikan tuna bisa meningkat signifikan. Hal ini dikarenakan teknik budidaya yang digunakan dalam budidaya ikan tuna berbeda dengan teknik yang digunakan oleh nelayan.

“Iya penting sekali, karena satu ekor burung bisa menghasilkan 2.000 ekor ikan. Dan itu tidak berkelanjutan karena Trenggono mengatakan, “Langes, apalagi antrean panjang, jika tali tangan dibagikan dalam jumlah banyak. Dengan demikian, dengan jenis budidaya seperti ini tentu akan berbeda. sedikit,” jelasnya.

Trenggono mengatakan ikan tuna merupakan produk strategis karena memiliki nilai yang tinggi. Namun rata-rata produksi tuna di Indonesia hanya 1.200 ton per tahun. Padahal, Indonesia mempunyai kapasitas produksi tuna hingga 340 ribu ton. (acd/acd)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *