Jakarta –
Masana Izawa, ahli kotoran asal Jepang, mengembalikan kotoran manusia ke alam untuk mendukung ekosistem. Hal ini mendorong masyarakat untuk menjalani kehidupan yang berkelanjutan.
Dia pergi ke hutan dekat rumahnya untuk berwudhu. Yang ia butuhkan hanyalah sebuah lubang galian, beberapa helai daun untuk menyeka dirinya, sebotol air untuk mencuci, dan sebuah ranting untuk menandai tempat berwudhu.
Alasan Izawa melakukan hal ini adalah untuk mengembalikan apa yang telah diberikan alam kepadanya dalam hidup.
“Kita hidup dengan memakan makhluk hidup lain. Namun Anda bisa mengembalikan polusi ke alam sehingga organisme tanah dapat menguraikannya,” ujarnya seperti dikutip The New Zealand Herald.
“Itu berarti Anda menghidupkan kembali. Apa yang bisa lebih baik dari itu?” tambahnya.
Apa yang dilakukan Izawa tidak hanya bertahan satu atau dua tahun saja, melainkan 50 tahun. Pada usia 20 tahun, ia menyadari bahwa kotoran manusia harus dikembalikan ke alam.
Gaya hidup ini membuatnya mendapat julukan “ahli sampah” atau “Fundo-shi” dalam bahasa Jepang. Selain kebiasaannya tersebut, ia juga dikenal sebagai orang yang menerbitkan buku, memberi ceramah, dan tampil di film dokumenter.
Menurut Izawa, toilet, tisu toilet, dan pabrik air limbah membutuhkan air, energi, dan bahan kimia dalam jumlah besar. Hal ini membuatnya berpikir bahwa pemusnahan sampah sudah lama tidak memberikan manfaat bagi alam.
Jauh lebih baik bagi lingkungan untuk membiarkan tanah melakukan tugasnya, kata pria berusia 74 tahun ini.
“Aktivitas jamur mendegradasi benda-benda seperti bangkai hewan, kotoran dan daun-daun berguguran, menjadikannya tanah nutrisi bagi pertumbuhan hutan,” tambahnya.
Dia percaya bahwa lebih banyak orang harus mengikuti jejaknya. Lagipula, apa yang dilakukannya tidak pernah melanggar wewenang.
Imannya dibenarkan. Orang-orang berbondong-bondong mengunjungi “Popland” dan “Fundo-an” (rumah tanah biru) yang berusia berabad-abad di Sakuragawa, sebelah utara Tokyo. Jumlah pengunjungnya terkadang mencapai puluhan dalam sebulan.
Di sana, di hutan seukuran lapangan sepak bola, pengunjung bisa mendapatkan saran tentang pengalaman luar ruangan terbaik. Termasuk amalan “Noguso”, yaitu proses berwudhu dengan cara menggali, menggosok dengan bahan alam dan menandai dengan dahan.
Cabang memastikan tidak menggunakan lokasi yang sama dua kali. Tujuannya adalah untuk kembali menyimpan catatan akurat tentang proses dekomisioning.
Menurut Izawa, meningkatnya minat terhadap perubahan iklim dan gaya hidup berkelanjutan khususnya menarik perhatian kaum muda. Artikel ini dimuat di detikEd. /msl)