Jakarta –

Banyak pelajar SMA di Cianjur, Barat Barat, yang memeriksakan kehamilannya. Dalam video yang viral tersebut, terlihat beberapa siswa SMA turun untuk melakukan tes urine.

Dalam siklus berita, tes kehamilan disebut 2 tahun. Penting bagi sekolah untuk mencegah siswanya hamil selama sekolah itu sendiri ada.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Perkumpulan Procr Persatuan Obsterik dan Ginekologi Indonesia (POGI), Progi Myelana Thiday, Sdr. Yudi Myelana Tridate mengaku terkejut dengan persetujuan tes tersebut. Dia mengatakan ada banyak cara bagi siswa sekolah menengah agar tidak hamil.

“Proyeknya keterlaluan. Jangan dipisah-pisahkan yang perempuan, diketahui posisi perempuan dan relasi perempuan itu lemah. Putrinya kemudian dibicarakan,” jelas Prof Yudi kepada keputusan pada Kamis (23/1/2025).

Prod juga menyesal. Yudi program ini bukan tentang belajar yang bagus. Namun jika Anda berhati-hati, tes kehamilan mungkin tampak seperti langkah kecil atau terakhir.

Beliau juga menanyakan tentang langkah selanjutnya ketika seorang wanita sakit. “Gadis-gadis di Matrix itu cantik, bagaimana mereka bisa dibunuh, bahkan laki-laki? Dia ingin berada di sana-sini.”

Meyakini. Yudi ditolak dari program percobaan. “Kalau misalnya hasilnya bagus, apa yang ingin kamu lakukan? Proyek lain dari sekolah?”

Ada banyak cara di mana sekolah dapat meningkatkan upaya mereka untuk mengelola pendidikan. Pendidikan bisa datang dari banyak bidang.

Yang pertama adalah konseling atau konsultasi dengan maksud untuk mempertimbangkan atau memahami bahayanya hubungan seks di luar nikah. Kedua, Anda dapat melibatkan para pemuka agama dalam mempersiapkan dampak psikologis kehamilan dan dampak psikologis pada anak.

Saat itu, organisasi profesi seperti POGI dapat memberikan pentingnya pengendalian penyakit epidemi, penyakit fisik dan mental lainnya.

Di sisi lain, Komisi Indonesia (KPi) menyatakan hal serupa.

Komisaris Kupa Ai Maryam mengatakan, jika pihak sekolah mau menunggu koneksi gratis, serta pendidikan dan menulis. Ai berharap bisa mengevaluasi kembali kebijakan pengujian tersebut.

“Tanggung jawab ini harusnya luas. Tapi kebijakan ini mengarah pada sebab akibat perempuan. Saat itu, peran laki-laki dilupakan.

Berikutnya: Kementerian Kesehatan mengupayakan dampak psikologis “Citra Membangun Masyarakat dalam Kata-kata” (NAF/NAF)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *