Jakarta –
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOMRI) telah mengubah batas maksimal suplemen selenium yang boleh dikonsumsi ibu hamil. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan BPOM Nomor 15 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 32 Tahun 2022 tentang Kriteria dan Tata Cara Pendaftaran Suplemen Kesehatan (PerBPOM).
Batasan asupan suplemen selenium dalam bentuk kombinasi untuk ibu hamil dan menyusui kini sebesar 65 mcg, meningkat dari semula 60 mcg.
Apa fungsinya?
BPOM menjelaskan suplemen selenium sering diberikan sebagai antioksidan dan dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh sekaligus menjaga fungsi tiroid. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil membutuhkan setidaknya 5 mcg selenium di atas Kebutuhan Gizi (AKG).
Selenium bekerja untuk mengurangi risiko preeklamsia, komplikasi kehamilan umum yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan kadar protein tinggi dalam urin.
Perubahan batas maksimal tersebut mengikuti masukan dari Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat (Ditjen Kesmas) dan Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak (Dit. Gizi dan KIA) Kementerian Kesehatan. kepada detikcom Jumat (25/10/2024) Mendapat keterangan tertulis.
“Laporan Gizi Ibu Indonesia menyebutkan bahwa anemia pada ibu hamil di Indonesia termasuk yang tertinggi di antara negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah,” lanjut BPOM.
Berdasarkan data Bank Dunia, prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 44,2 persen pada tahun 2019. Sementara itu, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia menunjukkan angka yang lebih tinggi, yaitu 49 persen pada tahun 2018.
Kementerian Kesehatan Indonesia sebelumnya telah berupaya mengurangi risiko tersebut dengan memberikan pil suplemen darah (TTD) kepada ibu hamil, yang diberikan setidaknya selama 90 hari selama kehamilan. Namun intervensi ini relatif tidak cukup.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kini merekomendasikan suplementasi multi-mikronutrien (MMS) sebagai pengganti TTD. Sebab, berdasarkan sejumlah penelitian, MMS terbukti mampu menurunkan risiko bayi berat lahir rendah. Ingatlah bahwa MMS mengandung lebih banyak zat gizi mikro, termasuk selenium, dibandingkan dengan TTD yang hanya mengandung dua zat gizi mikro: zat besi dan asam folat.
“Saat ini belum ada regulasi nasional mengenai MMS di Indonesia. Oleh karena itu Kementerian Kesehatan telah mengajukan permohonan kepada BPOM untuk dukungan regulasi perizinan MMS,” lanjut BPOM.
Berdasarkan masukan dari Kementerian Kesehatan, BPOM telah melakukan diskusi, termasuk mengadakan konsultasi publik dengan melibatkan pemangku kepentingan untuk membahas MMS yang menurut BPOM termasuk dalam kategori suplemen kesehatan, jelas BPOM tentang aturan baru tersebut. Tonton video “VIDEO: Aksi BPOM di RI Terlihat Karena Anggur Muscat Mengandung Berbahaya” (naf/up)