Jakarta –

Direktur Jenderal Obat dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Lucia Rizka Andalusia mengatakan, jumlah uji klinis pengobatan dan vaksinasi di Indonesia memang semakin berkurang setiap tahunnya. Tingginya kasus kanker, penyakit kardiovaskular, gangguan pernafasan dan mental tidak menjadikan Indonesia berkontribusi signifikan terhadap penelitian global.

Bertentangan dengan laporan di negara lain. “Kalau kita lihat di Vietnam, meski jumlah kasusnya tidak sebanyak Indonesia, tapi uji klinisnya jauh lebih banyak dibandingkan Indonesia,” kata Rizka di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (16/10/2024).

Rizka mengatakan rendahnya penelitian di Indonesia terkait dengan regulasi dan penghindaran birokrasi sehingga menghambat proses uji klinis. Hal ini juga berdampak pada minimnya inovasi obat dalam negeri dan produksi bahan baku medis yang mandiri. Ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku impor masih 80 persen.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Azhar Jaya juga mengakui kekalahan Indonesia dibandingkan negara tetangga dalam hal uji klinis.

“Tidak peduli Eropa, negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, Singapura, kita masih di bawah mereka.”

“Apa akibatnya? Presentasi obat-obatan inovatif yang diluncurkan di negara kita juga jauh di bawah,” tegasnya.

Berikut perbandingan jumlah uji klinis antara Indonesia dan negara tetangga: Singapura: 1.057 uji klinis, Thailand: 1.052, Malaysia: 808, Indonesia: 632

Perbandingan persentase obat-obatan inovatif: Negara-negara G20 rata-rata di atas 30 persen India: 17 persen Afrika Selatan: 16 persen Indonesia: 9 persen

“Dan ini jelas menjadi pertanyaan, karena menurut IQVIA, Indonesia termasuk 10 besar negara yang berpotensi melakukan uji klinis. Karena apa? Kita jumlah penduduknya 280 juta orang, Singapura hanya 5 juta orang. untuk keanekaragaman hayati kita berada di luar “Secara umum bagus, kita punya ras Melanesoid di Papua, kita punya ras Malaya, ras Cina, semuanya ada di Indonesia, jadi kalau kalian datang ke Indonesia, kalian bisa tertular. semuanya,” tegasnya.

“Kalau cari penyakit di Indonesia, di Singapura susah cari TBC, di Indonesia ada dimana-mana,” kata Azhar. Saksikan video “Video: Saran Dokter tentang Waktu Terbaik Deteksi Dini Kanker Payudara” (naf/kna)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *