Jakarta –
Perkembangan teknologi digital di luar dugaan telah membawa perubahan besar hampir di segala bidang kehidupan termasuk dunia pendidikan Salah satu teknologi yang kini mulai mendapat perhatian adalah kecerdasan buatan generatif (GenAI), yaitu suatu bentuk teknologi digital yang memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk menghasilkan berbagai konten kreatif seperti teks, gambar, suara, dan video. dari Algoritma matematika sudah ada berdasarkan data yang dihasilkan
Teknologi AI ini berpotensi memberikan manfaat yang sangat besar bagi pendidikan tinggi, mulai dari menyederhanakan proses belajar mengajar, meningkatkan pembelajaran, hingga menciptakan pengalaman belajar yang lebih personal. Namun, seperti teknologi lainnya, penggunaan GenAI menghadirkan tantangan tersendiri, mulai dari kesenjangan hingga risiko penggunaan yang tidak etis. Oleh karena itu, penting untuk memahami peluang dan tantangan yang dibawa oleh teknologi AI, khususnya di bidang pendidikan tinggi
Contoh GenAI adalah ChatGPT atau Google Gemini yang sangat populer saat ini AI ini mampu merespon pertanyaan dan perintah dengan teks dan suara yang meniru respon manusia Teknologi ini bekerja dengan mempelajari pola dari sejumlah besar data yang dikumpulkan, kemudian menghasilkan keluaran berdasarkan permintaan atau kebutuhan pengguna. Dalam konteks pendidikan tinggi, AI dapat digunakan untuk berbagai tujuan Salah satunya adalah memfasilitasi informasi
Siswa yang sebelumnya kesulitan mengakses sumber belajar kini dapat memanfaatkan teknologi tersebut untuk membantunya memahami materi yang sulit. Selanjutnya, pendidik dapat menggunakan teknologi ini untuk mempersonalisasi konten pembelajaran, membuat tes berdasarkan kemampuan siswa, dan mempercepat proses penilaian. Dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwa AI dalam pendidikan dapat membantu menyediakan sistem pengajaran yang lebih fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa, terutama melalui teknologi cerdas untuk belajar mengajar (Zhai et al., 2021).
Hal ini menunjukkan bahwa AI, termasuk GenAI, dapat berperan dalam menyediakan pembelajaran yang lebih personal dan interaktif Penemuan sistem pembelajaran adaptif, sebagaimana tertulis dalam Panduan Pemanfaatan Kecerdasan Buatan Generatif di Perguruan Tinggi (Kemdikbad, 2024), merupakan pembelajaran yang dipersonalisasi. Teknologi ini memungkinkan pendidik merancang materi pembelajaran lebih spesifik dengan kebutuhan setiap siswa. Misalnya, seorang guru dapat menggunakan GenAI untuk menulis soal tes sesuai dengan tingkat pemahaman siswa, sehingga siswa yang lambat pemahamannya diberikan soal sederhana, sedangkan siswa yang lebih cepat diberikan soal yang lebih kompleks.
Manfaat lain yang tidak kalah pentingnya adalah peningkatan akses terhadap pengetahuan Dengan bantuan teknologi digital, mahasiswa dan dosen dapat mengakses materi pembelajaran yang dihasilkan AI Teknologi AI berpotensi menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif Terlepas dari lokasi geografisnya, selama mereka memiliki akses Internet yang relatif stabil, siswa memiliki akses yang sama terhadap pengetahuan (Berendt et al., 2020).
Selain itu, GenAI juga dapat membantu pendidik menjadi efisien dan efektif waktu dalam banyak hal Misalnya, dengan kemampuan menilai esai atau jawaban tes tertulis, pengajar dapat mengalokasikan lebih banyak waktu untuk berinteraksi dengan siswa, memberikan bimbingan tatap muka, atau merancang materi pembelajaran yang lebih inovatif. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa AI dapat membantu meningkatkan interaksi antara dosen dan mahasiswa dengan mengurangi beban administrasi yang biasanya memakan waktu.
Meski membawa banyak manfaat, pemanfaatan GenAI di perguruan tinggi juga menghadirkan banyak tantangan tersembunyi. Tantangan utamanya adalah kesenjangan dalam perolehan pengetahuan, dimana tidak semua siswa memiliki akses yang sama terhadap teknologi ini. Di wilayah yang infrastruktur internetnya masih sulit, akan sulit bagi siswa untuk menggunakan AI dalam proses pembelajaran mereka Hal ini menimbulkan kesenjangan atau ketimpangan, dimana siswa yang memiliki akses terhadap teknologi digital (baca: akses internet) akan memperoleh manfaat dan uang yang lebih banyak dibandingkan siswa yang kurang mampu. Dalam konteks ini, ditambah dengan kualitas akses Internet yang tidak merata, penerapan AI dalam pendidikan rentan memperdalam kesenjangan sosial yang ada (Williamson dan Ein, 2020).
Selain masalah akses, bias data juga menjadi masalah saat menggunakan GenAI karena beroperasi berdasarkan data yang dimasukkan ke dalam sistem. Jika terdapat bias dalam data, baik gender, ras, atau lainnya, konten yang dihasilkan oleh AI kemungkinan besar juga mengandung bias. Hal ini dapat menimbulkan konsekuensi buruk dalam pendidikan, karena siswa mungkin menerima informasi yang tidak seimbang atau diskriminatif. Meskipun penggunaan AI dalam pendidikan sering kali dilihat sebagai ‘solusi universal’, pada kenyataannya faktor-faktor lain yang berkaitan dengan dinamika pendidikan, seperti aspek sosial, budaya dan politik, juga ikut diperhitungkan. (Holmes dan Toomey, 2022).
Rekomendasi yang diproses oleh AI berdasarkan data yang bias memang dapat menimbulkan banyak masalah etika Namun, masalah etika ini seringkali juga melibatkan perilaku pengguna GenAI Misalnya, selain plagiarisme, teknologi AI mampu menyajikan data dan informasi, baik teks, audio, maupun multimedia, yang meniru tindakan manusia. Siapapun, termasuk pelajar, kemungkinan besar akan tergoda untuk menyerahkan tugas mereka kepada AI, tanpa memberikan kontribusi pribadi apa pun yang berarti.
Hal ini dapat menimbulkan permasalahan serius terkait integritas akademik dan persaingan kredibilitas Oleh karena itu, perlu adanya peraturan yang jelas di tingkat universitas yang juga mengatur apakah civitas akademika diperbolehkan (atau didorong) untuk menggunakan GenAI dalam karya akademiknya. Melarang sepenuhnya penggunaan AI dalam pendidikan bukanlah sebuah solusi Faktanya, kita sering mendengar gagasan bahwa, “AI tidak akan menggantikan manusia, namun manusia yang menggunakan AI akan menggantikan mereka yang tidak.”
Integritas dan kredibilitas akademik merupakan hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan Penggunaan GenAI yang tidak etis dan tidak bertanggung jawab dapat menghancurkan fondasi sistem pendidikan Oleh karena itu, sangat penting untuk mengembangkan kebijakan yang jelas dan tegas mengenai penggunaan AI dalam pendidikan, termasuk perlindungan privasi siswa, perlindungan data, dan tanggung jawab dalam penggunaan teknologi ini (Chan, 2023). Isu plagiarisme juga muncul dalam banyak diskusi tentang penggunaan AI dalam pendidikan. Oleh karena itu, secara praktis diperlukan adanya ketegasan formal berupa peraturan tertulis kampus agar produk ilmiah seperti GenAI dapat tersingkir dari dunia akademis akibat plagiarisme dengan modal.
Tentu saja AI dapat digunakan untuk memahami berpikir kreatif dengan metode observasi-imitasi-transformasi (ATM), namun tidak boleh dilakukan dengan cara copy paste dalam waktu lama yang melibatkan proses berpikir kritis. “ATM” merupakan upaya untuk mencetuskan cara berpikir inovatif yang sering dianggap tidak tepat dalam dunia akademis dalam proses pengembangan pembaruan ilmu pengetahuan yang penting. Pedoman penggunaan AI di Indonesia juga sedang dikembangkan di tingkat regional Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bidang jurnalisme memiliki pedoman penggunaan AI untuk media siber (AMSI, 2024). Di sektor keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan pedoman perilaku AI yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya di industri fintech (OJK, 2023).
Kemudian dalam dunia pendidikan tinggi, buku Panduan Penggunaan Jeni di Perguruan Tinggi (Khemdikbad, 2024) terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi merupakan buku referensi yang progresif. Beberapa waktu lalu, pemerintah mengeluarkan Surat Edaran Komunikasi dan Informasi Nomor 9 Tahun 2023 tentang Kecerdasan Buatan (AI) mengenai tiga prinsip, nilai etika, penerapan nilai etika, dan tanggung jawab dalam penggunaan dan pengembangan. AI (Cominfo) Dirilis , 2023) mendorong gelombang
Dengan segala peluang dan tantangan yang ada, GenAI mempunyai potensi besar untuk mengubah wajah pendidikan tinggi Indonesia di masa depan. Perguruan tinggi perlu mengembangkan strategi yang matang dan berkelanjutan untuk memaksimalkan keuntungan Kolaborasi antara guru dan pengembang teknologi AI memastikan teknologi tersebut memenuhi kebutuhan pendidikan Kampus perlu melibatkan dosen dalam perencanaan pengembangan dan penggunaan AI sehingga solusi yang dihasilkan sesuai dengan konteks pendidikan (Zhai et al., 2021). Pelajar juga perlu bersikap inklusif dan partisipatif dalam diskusi mengenai etika penggunaan AI, sehingga semua pihak memiliki pemahaman yang sama mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dengan teknologi ini, termasuk konsekuensi dari insentif dan penalti.
Kerja sama civitas akademika ini akan mampu terus merespon berbagai disrupsi yang diakibatkan masuknya AI ke dalam dunia pendidikan, misalnya dengan “menghiasi” peran dosen di masa depan. Daripada bertindak sebagai sumber informasi utama, instruktur akan lebih berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa menggunakan teknologi digital untuk mencapai tujuan pembelajaran mereka (Holmes & Toomey, 2022). Hal ini memerlukan perubahan sikap dosen, mahasiswa dan universitas terhadap proses belajar mengajar, yang harus lebih terbuka terhadap teknologi digital dan adaptif terhadap perubahan, dan sebaliknya mereka dapat mengintegrasikan dan memilih teknologi AI. Dan menggunakannya sesuai dengan kebutuhan dan kebutuhan mereka Seperti yang dinyatakan (Anthony Giddens, 1986) dalam teori struktur, struktur sosial, dengan pesatnya perkembangan teknologi AI, tidak dipaksa untuk meninggalkan pekerjaan individu, namun memiliki kekuatan untuk mengubah atau mengadaptasi struktur tersebut agar sesuai dengan kebutuhan individu. Ia juga memiliki kemampuan untuk melakukannya , secara spesifik Giddens juga membutuhkan kemampuan kognitif (berpengetahuan dan kompeten) untuk memberdayakan individu.
Dalam konteks ini, agar individu tidak menjadi tidak berdaya menghadapi struktur sosial yang terkena gempuran teknologi AI, mereka harus memiliki pemahaman yang cukup terhadap struktur yang melingkupi tindakannya dan kemudian memiliki kekuatan untuk mengambil keputusan. Gunakan pengetahuan yang ada atau mengadopsi struktur itu Tidak dapat disangkal bahwa literasi digital menjadi kunci adaptasi AI dalam dunia pendidikan (Tiernan et al., 2023). Ada kebutuhan mendesak untuk memastikan bahwa siswa dibekali dengan literasi digital sehingga mereka dapat hidup berdampingan dan mahir berkolaborasi dengan AI (Bender, 2024), karena ini merupakan langkah penting dalam memahami AI dan potensi sosialnya. Untuk berpikir secara formal Dampak, penggunaan teknologi GenAI sesuai kebutuhan, dan pemahaman tentang perilaku yang pantas saat menggunakannya (Hwang et al., 2023).
Dokumen laporan UNESCO bertajuk Indonesia’s AI Readiness Assessment Report (AI-RAM) juga menekankan pentingnya kolaborasi multipihak untuk meningkatkan kapasitas talenta digital Indonesia melalui penguatan pendidikan dan literasi (digital). Tujuan kuat ini adalah untuk menjembatani kesenjangan dalam penerapan AI di seluruh sektor regional, termasuk penggunaannya dalam pendidikan dan penelitian (UNESCO, 2024). Kerja Sama Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Buatan Indonesia (CORICA) Gerakan Nasional Literasi Digital Cybercreation dan Organisasi Masyarakat Sipil IT Komunitas pendidikan tinggi
Faktanya, saat ini terdapat 74 universitas di Indonesia yang telah mengaktifkan studi akademik terkait AI dan/atau memulai program studi AI dengan karakteristik uniknya masing-masing (Eduark, 2024). Misalnya, Institut Pertanian Bagore (IPB) menawarkan program studi sarjana AI yang mengkhususkan diri pada sektor biosains pertanian, kelautan, dan tropis (IPB, 2024). Misalnya, Universitas Gunaadar Pendekatan lain diterima oleh Universitas, yang mendirikan pusat AI Fur Excel (Ai-CoE) yang membuat kerjasama dan pemerintah ingin bekerja | 2024). AI ini diperlukan untuk melanjutkan peran Universitas, karena talenta digital bukanlah pekerjaan semalam. Laporan Indeks Artyfinite Intellions 2024 Itu terjadi pada dekade Oriya, 2024) Dalam penerbitan jurnal desimal yang sama dari majalah pusat (Stanford University, 2024) Pada dekade yang sama. Pada tahun 2022, akan ada 42,000 surat konferensi yang terkait dengan 230,000 artikel jurnal dan ai. Bila tahun 2015 dibandingkan tahun 2015 adalah 2,4 kali lebih banyak untuk jumlah artikel jurnal 2,4 kali dan makalah konvensi untuk artikel majalah.
Tingkat pertumbuhan teknologi AI ini sejalan dengan pemanfaatannya yang luas dalam bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Meningkatnya jumlah esai ilmiah dan karya ilmiah mencerminkan komitmen akan semakin tingginya esensi surat tallemik, meskipun perkembangannya didominasi oleh sektor industri. Laporan juga mengatakan, sementara pada tahun 2023 akan ada setidaknya 15 penemu penting seperti yang saya berikan dengan model yang berpikiran lebih tinggi karena para dewa dunia dengan modal lebih tinggi telah berkontribusi dalam Model 51.
Oleh karena itu, proses pembahasannya didasarkan pada bisa atau tidaknya universitas-universitas di dunia secara otomatis menggunakan AIV. AI memberikan pukulan pada yang terbengkalai, tapi siapa yang bisa yap nanti akan bisa menaiki ‘(gelombang ombak) dan mendapat manfaat yang luas daripada gelombang tinggi. Revolusi Teknologi Digital Ini sebenarnya pernyataan yang harus dijaga dan kuat. Teknologi AI berkembang pesat dalam rangka pembelajaran privat, meningkatkan pembelajaran yang berkualitas dan tindakan administratif. Akses internet yang tidak merata, sastra dicuri, memiliki kebijakan konsumsi jani yang didistribusikan. Maka perguruan tinggi perlu peduli terhadap teknologi ini, penggunaannya bermoral dan bertanggung jawab.
Strategi yang tepat dan kebijakan yang transparan dapat menjadi perangkat penting untuk membangun masa depan pendidikan yang adaptif dan baru. Teknik digital ini bukan sekedar mengintensifkan suatu proses pembelajaran, melainkan peran peran dalam penataan pembelajaran dan pemaksaan kompleksitasnya. Lihat video “Video: Resiko Bahaya Penggunaan Data Pribadi Saat Menggunakan Teknologi AI” (FYK/FAY)