Jakarta –
Donald Trump memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) 2024. Trump memenangkan 277 suara elektoral, lebih dari ambang batas yang dibutuhkan untuk memenangkan pemilihan presiden. Meski demikian, kemenangan Trump bisa berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia.
Kepala Ekonom Permata Institute for Economic Research (PIER) Joshua Pardede mengatakan jika Donald Trump resmi menjadi presiden AS, banyak rencana kebijakannya yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia.
Salah satunya adalah rencana Donald Trump yang berupaya memotong pajak perusahaan dari 21% menjadi 15% untuk perusahaan manufaktur di Amerika Serikat dan membebaskan mereka dari pajak keuntungan modal.
“Kebijakan ini akan semakin menarik investasi ke Amerika, sehingga ada risiko masuknya modal Indonesia ke Amerika dari emerging market. Hal ini dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah karena adanya kemungkinan masuknya modal masuk,” kata Joshua. Detikcom, Rabu (6/11/2024) besok.
Kemudian, jika Trump diprediksi kembali menjadi presiden AS, maka nilai tukar dolar AS akan terapresiasi terhadap mata uang lainnya akibat pendapatan tarif yang bisa dialokasikan untuk stimulus fiskal.
“Menguatnya dolar AS kemungkinan besar akan memberikan tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Hal ini dapat meningkatkan biaya impor bagi Indonesia dan meningkatkan tekanan inflasi dalam negeri,” ujarnya.
Kemudian, menurut Joshua, berbagai kebijakan ekonomi Trump yang meningkatkan defisit fiskal dapat meningkatkan inflasi di Amerika Serikat, yang akan berdampak signifikan terhadap rencana bank sentral AS atau Federal Reserve untuk menurunkan suku bunga.
Situasi ini sekali lagi dapat memberikan tekanan pada rupee terhadap AS. Terakhir, penguatan dolar AS akan memperkecil kemungkinan Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga utamanya.
“Defisit fiskal AS yang lebih besar dapat memicu inflasi di AS, sehingga membatasi kemampuan The Fed untuk memangkas suku bunga di masa depan. Hal ini akan memungkinkan dolar AS menguat terhadap mata uang negara-negara berkembang.” Potensi penguatan nilai tukar rupiah dan dolar AS tidak memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuannya,” jelas Joshua.
Lanjutkan di halaman berikutnya.
(FDL/FDL)