goyalorthodontics.com, Semarang -Semarang City Independent Journalist Alliance (ACT) adalah Kamis (1/5) ketika berurusan dengan hari kerja internasional di Semarang atau Mei 2025, Jamal Abdun, korban kekerasan. Sangat menyalahkan perilaku penindasan petugas polisi terhadap NASR.
ACT Semarang Arist Mulywan mengatakan bahwa tindakan perangkat itu secara serius melanggar kemerdekaan media ketika itu adalah wajah demokrasi.
Baca juga: Legislator NASDEM: Polisi Regional Java Tengah tidak akan ditekan oleh kesuksesan.
“Bisnis jurnalis dilindungi oleh hukum. Pihak berwenang yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis dilanggar hukum. Kami telah mengkritik perilaku yang tertindas ini dan meminta penjahat untuk diselidiki dengan baik.”
Insiden kekerasan terhadap Jamal telah terjadi dua kali. Pertama, ketika dia berurusan dengan demonstrasi di depan gerbang di kantor gubernur pusat Java pada 17:30 WIB. Pada waktu itu, Jamal terancam dan lehernya berjongkok dan hampir menangis oleh pihak berwenang.
Baca juga: Penjaga Satpol PP MBAK ITA bertindak dan mengkritik wartawan!
Kekerasan kedua terjadi di depan gerbang kampus Pleburan Diponegoro University (UNDIP) di depan sekitar 20,36 WIB.
Pada waktu itu, Jamal bersama jurnalis lain di trotoar dan mengelilingi siswa yang tidak jauh dari pihak berwenang.
Baca Juga: Jurnalis dengan Perilaku Menindas dalam Wawancara Dengan Semparah Market
“Ketika para jurnalis mendengarkan kebisingan, mereka dituduh mendaftarkan tindakan perangkat oleh lusinan petugas polisi di dataran ganti,” katanya.
Jamal menyatakan tindakan itu sebagai jurnalis. Wartawan lain dalam posisi itu juga membuat pernyataan serupa.
Jawaban perangkat jauh lebih agresif. Helm itu dilemparkan oleh reporter tetapi tidak mengenai subjek.
Jamal dikelilingi oleh lebih dari lima petugas polisi. Wakil Direktur Jawa Tengah Brigadir Latif Usman menerima Jamal tentang keamanan keamanan.
Namun di bagian depan, Jamal benar -benar menerima tiga pukulan di bagian atas polisi besar.
Jamal berkata, “Kami menerima tiga kursus, termasuk menampar, ketika jurnalis lain mencoba membela mereka, bahkan brigade Latif Usman diusir dari lokasi itu.
Selain Jamal, kekerasan dialami oleh DS, seorang editor media siswa. Dia dipukuli oleh pejabat berpakaian sipil dengan menggunakan ponsel untuk melanggar banyak tindakan, tetapi menyatakan identitasnya sebagai seorang reporter. Sebagai akibat dari bit, kadar DS dipakai dan dijahit.
Empat lembaga pers siswa (LPM) juga terpengaruh, termasuk dua anggota LPM Justisia Uin Semarang dan dua anggota vokal peningkatan LPM.
Tindakan otoritas Jamal dan DS dapat melanggar Pasal 4 dan 18 (1) Undang -Undang 1999.
Artikel ini menyatakan bahwa semua undang -undang yang berlawanan dapat dijatuhi hukuman hingga dua tahun penjara atau didenda hingga 500 juta rpg.
Sementara itu, mitra aksi hukum dari semarang M City M Fajar cacat pada bulan Mei mengatakan bahwa semua 18 peserta ditangkap oleh polisi.
Lima dari mereka dibawa ke rumah sakit, empat dibebaskan dan 14 masih ditangkap.
Sebelum ditangkap, pihak berwenang juga melakukan penindasan gas air yang menembaki massa perilaku.
Dhika berkata, “Para siswa yang terluka segera dirawat di Rumah Sakit Roememani. (WSN/JPNN)