Bonnie Triyana Sebut Putusan MK Wujudkan Cita-Cita Soekarno Soal Pendidikan Merata

goyalorthodontics.com, Jakarta – Kepala Badan Sejarah PDI Perjuangan Indonesia, Bonnie Triyana, mengatakan keputusan Pengadilan Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU -XXII/2024 terkait dengan pelepasan biaya pendidikan dasar di sekolah swasta di sekolah swasta sebagai langkah sejarah dalam bidang pendidikan sosial.

Ini disampaikan oleh Bonnie di National Seminate dengan tema ‘Mandat Nyata Konstitusi, Pendidikan Dasar Gratis untuk Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang unggul kompetitif’ di PDIP Party School, Leneng Agung, Jakarta, Senin (6/30).

Baca juga: Hakim MK mengkonfirmasi pentingnya pendidikan gratis di sekolah swasta, Semangat Sokarno

“Keputusan Mahkamah Konstitusi memecahkan masalah pendidikan yang telah lama diskriminatif karena status keuangan. Sekarang kami menghancurkan dinding diskriminasi sehingga semua orang dapat pergi ke sekolah, tidak lagi mendiskriminasi,” kata Bonnie.

Dalam seminar ini hadir sebagai sumber daya untuk MK -judge Arief Hidaya, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Tinggi, Dr. Fajar Rizal Ul Haq; Direktur -Jenderal Kementerian Keuangan, diwakili oleh staf ahli untuk pengeluaran negara Suprapto, Dr. Lucky Alfirman dan Kepala Organisasi Penelitian Sains) Pengetahuan Sosial dan Humaniora Brin, Dr. Yan Rianto.

Baca Juga: Mahardika Seokarno menolak untuk berbagi aset ke Yarna

Bonnie, yang merupakan moderator untuk seminar, menekankan bahwa bentuk ketidakadilan dalam akses terhadap pendidikan bukanlah hal baru di Indonesia. Menurut Bonnie, selama periode kolonial, hanya anak -anak dari aristokrasi atau elit asli yang dapat mengakses pendidikan tinggi. Bonnie mengacu pada citra diskriminasi sosial dalam novel -novel Priyayi Umar Kayam, yang menceritakan kisah pencipta Tempehisth bernama Lantip.

“Lantip ini tidak bisa pergi ke sekolah karena dia adalah anak dari orang kecil. Tetapi ketika dia dikumpulkan oleh keluarga Sastrodarsono, yang merupakan seorang priyayi, status sosialnya naik dan dia bisa pergi ke sekolah. Itu di era kolonial,” kata Bonnie.

Baca Juga: Cara Memperkenalkan Sosok BMI Sukarno untuk Generasi Muda

Dia menambahkan, bahkan selama periode Belanda, sekolah dibagikan berdasarkan kelas sosial.

“Sekolah menengah seperti sekolah gudang Eropa dan sekolah hukum hanya dapat dicapai oleh anak -anak elit. Sementara orang biasa hanya dapat memasuki sekolah orang seperti Ongko Loro, itu melahirkan pekerja atau perilaku terbaik,” katanya.

Menurut Bonnie, ini menjelaskan mengapa ketika Indonesia mandiri, sekitar 80 persen dari 62 juta orang tidak bisa membaca. “Hanya beberapa tim elit yang dapat membaca dan menulis dan memiliki kualitas pendidikan yang cukup,” katanya.

Dia juga mengaitkan keputusan Mahkamah Konstitusi ini dengan cita -cita Bung Karno, yang sejak awal kemerdekaan menyadari pentingnya pendidikan dengan mantap. Bonnie SA, Bung Karno pada 1950 -an memulai bahkan gerakan buta huruf dan melompat langsung untuk mempelajari orang -orang.

“Bung Karno menyadari bahwa pendidikan adalah hak untuk semua penduduk, bukan hanya milik segelintir orang. Oleh karena itu, diskriminasi terhadap pendidikan lahir dari sistem kolonial yang perlu kita selesaikan,” kata Bonnie.

Keputusan Mahkamah Konstitusi, yang mengharuskan negara untuk menanggung biaya pendidikan dasar, termasuk di sekolah swasta, dipandang sebagai Bonnie sebagai langkah khusus untuk melanjutkan pertarungan. “Ini bukan hanya masalah biaya, tetapi masalah keadilan sosial dan hak -hak dasar setiap anak dari bangsa,” katanya.

Hadir sebagai peserta dalam seminar PDIP -Vicekasser, yang juga ketua Komisi D untuk DKI Jakarta DPRD Yuke Yurike, presiden DPP -Pro. Rokhmin Dahuri, Awarestuwati, Tri Rismaharini, Wuryanti Sukamdani, kemudian para pejabat DKI Jakarta DPDA, Jav Barat dan Jav Barat, dan DKI Jakida Dpdad, Jav Barat, Ald Bays; DPC PDI Perjuangan di Jabodetabek; Poksi viii, x dan xi dpr ri pdi -p -praction; Kepala Regional PDI Perjuangan 3T dan daerah marginal; Pemimpin DPRD dari PDI Perjalan regional 3T dan daerah marjinal dan pengamat pendidikan.

Tidak hanya di sekolah -sekolah partai, seminar, juga disaksikan oleh lebih dari 800 orang melalui zoom kedua partikel Madel, anggota fraksi dan kepala regional. (tan/jpnn)

Baca artikel lain … Rencana udara batik tidak bisa mendarat di Lubuklinggau, kembali ke topi Sokarno, apa yang terjadi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *