goyalorthodontics.com, Jakarta-Capoxi dari perusahaan hukum Fraction PDI Perciang dan Nyoman Parta mengatakan norma itu dibuat setelah Pengadilan Konstitusi (MK) membawa nomor 135/PUU-XXII/2024 tentang pemisahan pemilihan nasional.
Karena, katanya, Konstitusi mengatakan pemilihan diadakan setiap lima tahun untuk menentukan anggota DPR, DPD, DPRD dan Presiden dan Wakil Presiden.
Baca Juga: Leddy Sitorus, PDIP telah mengadakan pertemuan internal untuk membahas keputusan Pengadilan Konstitusi 135
Keputusan Mahkamah Konstitusi sebaliknya menyatakan bahwa pemungutan suara dilakukan pada saat yang sama untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, dan presiden dan wakil presiden.
Menurut bagian itu, hasil No. 135 menyatakan bahwa pemilihan tingkat DPRD II dan II dan bos regional diadakan dua tahun setelah pemilihan negara itu.
Baca Juga: Mantan Presiden Mahkamah Konstitusi mengharapkan tindakan ketat dalam korupsi
“Jika pemilihan DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, diadakan pada tahun 2029, ini berarti bahwa frasa itu dua tahun atau maksimal dua tahun dan enam bulan pada tahun 2029 2031,” katanya kepada kru media, Rabu (2/7).
Parta kemudian mengatakan bahwa posisi level level I dan II tidak dapat dikosongkan meskipun nomor keputusan 135.
Baca Juga: Menanggapi Keputusan Pengadilan Konstitusi tentang Pemisahan Pemilu, Demokrat memberikan banyak peluang
Dia mengatakan mandat anggota anggota DPRD dan II dapat tumbuh, tetapi memiliki potensi untuk melanggar Konstitusi.
“Jika ditolak selama dua tahun atau maksimum dua tahun dan enam bulan, DPRD akan tujuh tahun tanpa adanya mekanisme pemilihan dan itu adalah potensi untuk bertentangan dengan Pasal 22E 22E dari tahun 1945,” kata Parta.
Dia mengatakan konflik antara norma -norma lain dalam keputusan Mahkamah Konstitusi adalah final dan mengikat, jadi tidak ada cara untuk mengajukan banding.
MK, katanya, harus menguji apakah ada undang -undang yang bertentangan dengan Konstitusi.
“Alih -alih membuat keputusan potensial untuk mengatasi konstitusi,” kata Parta. (Ast/jpnn)